JAKARTA, Stabilitas – Ekonomi Indonesia 2016 ditandai dengan inflasi yang rendah 3,02 persen, pertumbuhan kredit yang relatif rendah sekitar 9 persen, nilai rupiah yang pada mulanya stabil namun menjelang akhir tahun cukup volatil karena efek terpilihnya Trump sebagai Presiden AS, dan pertumbuhan sekitar 5 persen.
Empat belas paket kebijakan pemerintah juga belum memberikan pengaruh yang signifikan dalam mendorong investasi swasta. Sekalipun Menko Ekuin menyatakan lebih dari 90 persen peraturan yang harus dirubah telah dilakukan, namun pelaku ekonomi dalam dan luar negeri belum melihat implementasi kebijakan yang mendorong mereka untuk berinvestasi lebih besar.
Pertumbuhan kredit hanya sekitar 9 persen sekalipun Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan selama enam kali dan menurunkan uang muka untuk kredit kepemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor. Dengan ekonomi yang melambat dan relatif tingginya NPL sekalipun masih di tingkat aman 3,1 persen, bank cenderung sangat hati-hati dalam menyalurkan kredit.
BERITA TERKAIT
Harapan ekonomi pada 2017 dapat lebih baik daripada di 2016. Anggota Dewan Pakar The Habibie Center, Umar Juoro mengatakan perbaikan ekonomi belum secara signifikan karena pemerintah maupun analis pada umumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya paling tinggi sekitar 5,3 persen.
“Tantangan eksternal tampaknya lebih berat dibandingkan dengan 2016. Kemenangan Trump sebagai Presiden AS membawa aliran modal kembali ke AS yang melemahkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah dan prospek meningkatnya proteksi ekonomi di negara maju,”kata Umar, di Jakarta, Rabu (18/01).
Kemungkinan konflik dagang antara AS dan Tiongkok akan juga berimbas pada Indonesia. Dengan prospek inflasi yang tinggi, the Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga dua kali di 2017. Hal ini akan semakin mendorong aliran modal keluar dari negara berkembang.
“Di dalam negeri tantangannya adalah pemerintah masih akan kesulitan memenuhi target penerimaan pajak, sekalipun tergetnya diturunkan, dalam keadaan ekonomi yang masih relatif lemah. Konsekuensinya pemerintah juha belum dapat menjalankan kebijakan ekonominya dengan optimal, padahal sektor swasta mengharapkan stimulasi dari pemerintah”lanjut Umar.
Melemahnya perkembangan ekonomi global juga berdampak pada ekspor yang tidak menggembirakan. “Perkembangan ekonomi dunia yang masih lemah dan kemungkinan meningkatnya proteksionisme membuat prospek ekspor belum lagi menggembirakan. Tinggal bagaimana lebih jauh mendorong perkembangan ekonomi domestik,”katanya.
Walaupun demikian, tantangan tersebut bisa saja dialihkan kepada sektor yang berpeluang serta segera diatasi.
“Sekalipun perkiraan ekonomi 2017 hanya sedikit lebih baik daripada 2016, sebenarnya masih tetap terbuka untuk tumbuh lebih tinggi, jika kembali permasalahan yang menghambat investasi di 2016 dapat lebih baik untuk diatasi. Begitu juga fasilitasi bagi perkembangan produksi, distriubusi, dan konsumsi dalam negeri dapat lebih baik lagi,”tutup Umar.





.jpg)









