JAKARTA, Stabilitas.id — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret merespons pelemahan aktivitas industri manufaktur yang tercermin dari penurunan indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) manufaktur pada Juni 2025.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Saleh Husin menyatakan, kontraksi PMI ke level 46,9 menunjukkan sinyal bahaya bagi sektor industri. Ia menilai kondisi ini perlu direspons secara cepat dan terukur guna menghindari dampak lanjutan terhadap tenaga kerja dan daya saing nasional.
“Tentu ini harus menjadi perhatian serius pemerintah agar situasi ini tidak berlarut dan berdampak sistemik,” ujarnya usai menghadiri acara Kajian Tengah Tahun INDEF 2025, di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
BERITA TERKAIT
Mantan Menteri Perindustrian tersebut menjelaskan bahwa penurunan produktivitas sektor manufaktur dipicu oleh melemahnya permintaan terhadap produk industri. Hal ini mendorong pelaku usaha melakukan efisiensi, yang berpotensi berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Efisiensi itu berdampak pada PHK. Kalau tren ini berlanjut hingga kuartal III dan IV, tentu akan berdampak lebih luas pada ekonomi,” ujarnya.
Sebagai solusi, Saleh mendorong pemerintah untuk segera menggulirkan kebijakan stimulus serta relaksasi regulasi yang mendukung iklim usaha di sektor manufaktur, agar industri dapat kembali tumbuh.
“Pemerintah perlu memberikan relaksasi dari berbagai regulasi agar industri, khususnya manufaktur, bisa kembali bergerak dan meningkatkan produktivitas,” tegas Saleh yang juga menjabat sebagai Managing Director Sinar Mas Group.
Sebelumnya, IHS Markit mencatat PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2025 turun ke zona kontraksi di level 46,9, dari posisi 50,2 pada Mei 2025. Angka di bawah 50 mencerminkan kontraksi aktivitas industri. ***





.jpg)










