Jakarta – Sebagai bagian dari perdagangan internasional dan finansial, perlambatan ekonomi global yang masih terus berlangsung di tahun 2012 diperkirakan akan menyebar di Indonesia. Maka dari itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 tidak akan sebaik pertumbuhan ekonomi tahun 2011 yang sebesar 2011.
Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia Fauzi Ichsan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 5,8 persen di tahun 2012. Untuk mengurangi dampak perlambatan ekonomi, pemerintah harus lebih mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
"Pertimbangannya, pembangunan infrastruktur harus dipercepat. karena itulah cara yang paling alam untuk memperkecil dampak global," ujar Fauzi usai Seminar Ekonomi Tahunan Standard Chartered Bank di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (11/1)..
Menurut Fauzi, krisis ekonomi di Eropa akan berdampak pada perbankan Eropa. Perbankan Asia yang memiliki eksposur dengan perbankan Eropa otomatis juga akan terpukul. Indonesia akan terkena dampak lanjutan (second round effect) yakni mengeringnya likuiditas valuta asing di koorporasi. Akibatnya, investasi di sektor swasta melemah. "Itu harus dikompensasikan dengan pertumbuhan investasi pemerintah, melalui program infrastruktur," jelas Fauzi.
Dia mengingatkan, selama ini infrastruktur menjadi faktor utama mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berjalan maksimal. Lambatnya pertumbuhan investasi dan manufaktur lantaran kondisi infrastruktur yang tidak memadai.
Jika pembangunan infrastruktur diakselerasi, maka otomatis bisa menekan biaya produksi, menurunkan suku bunga dan menekan inflasi. "Kalau misalnya infrastruktur lebih memadai, jalan tol trans jawa, trans sumatara dibangun dan pasokan listrik murah otomatis biaya transpotarsi bisa tertekan,otomatis menurunkan suku bunga, dan inflasi bisa ditekan," terang Fauzi.
Dia menambahkan, disahkannya UU pembebasan lahan bukan berarti dengan serta merta akan mengakselerasi pembangunan infrastruktur. Pasalnya, meski sudah disahkan, harus ada peraturan teknis yang mendukung peraturan tersebut.
Sayangnya, sampai kini peraturan tersebut belum keluar. Selain itu, tuntasnya payung hukum pembebasan tanah bukan berarti realisasi pembebasan lahan akan cepat, karena berkaitan dengan anggaran yang ditetapkan. "Dampak first round akan terasa, yakni menyerap tenaga kerja dan daya beli bertambah. Tapi multipliernya, baru akan terasa di sektor swasta akan terasa 2-3 tahun kemudian," ujar Fauzi
Ekspor Terbatas
Fauzi juga menyinggung terkait kinerja ekspor Indonesia yang meski akan melambat di tahun 2012, tetapi memiliki efek terbatas. Pasalnya, ekspor hanya memberi kontribusi sebanyak 10 persen terhadap PDB. Sedangkan 65 persen PDB Indonesia dikuasai oleh konsumsi domestik.
Maka dari itu, lanjut Fauzi, konsumsi domestik merupakan mesin penggerak perekonomian Indonesia yang utama. Ia mengungkapkan pada tahun 2012 ini sektor industri otomotif, rokok, semen, telekomunikasi, leasing, farmasi dan pengemasan akan menjadi sektor yang kebal terhadap dampak krisis.
Sementara itu, kelapa sawit, batu bara, karet dan kakao masih akan menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. "Dari sisi volume, tantangannya besar. Dari sisi harga masih mungkin. Karena 65 persen ekspor Indonesia dari komoditas, Jadi kalau harga komoditas naik, (ekspor) bisa terbantu," jelas Fauzi.
Tiga Jalur
Di kesempatan yang sama, Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandhi menambahkan pengaruh perlambatan ekonomi global dalam hal finansial akan berdampak pada tiga jalur, yakni penanaman modal asing (Foreign Direct Investment), Pinjaman valuta asing perbankan dan pasar modal.
Menurutnya, meski investastor menganggap Indonesi sebagai pasar potensial untuk dana investasinya, akan tetapi PMA diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, kondisi perbankan Eropa akan membawa dampak pada menurunnya pinjaman bank dalam bentuk valuta asing.
"Sebenarnya ketergantungan terhadap perbankan Eropa sedikti. Tapi misalnya perbankan Singapura dan Jepang kena, akan ada impactnya ke kita. Namun bagaimana juga forecast kami pertumbiuhan masihn moderat di angka 5,8 persen.





.jpg)










