Jakarta – Proyek infrastruktur yang dicanangan dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan memakan anggaran yang signifikan. Tak mau membiarkan swasta bergerak sendiri, pemerintah menyiapkan skema bantuan pembiayaan hingga 40 persen dari nilai proyek yang ditawakan, jika swasta mengalami kekurangan dana.
Sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S. Priatna, dana pemerintah maksimal 40 persen dari total nilai proyek tersebut akan diberikan secara terpusat atau tidak dicampur dengan anggaran yang dialokasikan kementerian teknis terkait.
Dijelaskan Dedy, tentunya proyek dimaksud adalah yang ditawarkan kepada swasta melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS) atau public private partnerships. Dengan adanya campurtangan modal dari pemerintah tersebut, diharapkan tingkat pengembalian (return) investasi bagi investor akan relatif lebih tinggi dan masyarakat tidak akan terbebani lebih mahal.
BERITA TERKAIT
”Istilahnya viability gap fund dan saat ini payung hukum atas dana tersebut difinalisasi bisa dalam perpres (peraturan presiden) atau keppres (keputusan presiden),” katanya di Jakarta, Jumat (21/10).
Dedy menyebutkan, pemerintah memiliki sejumlah alternatif penyaluran dana tersebut. Alternatif pertama adalah membentuk badan layanan umum yang khusus menyalurkan viability gap fund, sedangkan alternatif kedua adalah disalurkan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
Pemberian viability gap fund sebenarnya telah dilakukan pemerintah kepada investor jalan tol Solo-Kertosono. Namun pemberian dana tersebut masih dilakukan melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Menurut Dedy, pemberian viability gap fund akan menarik investor tetapi memberatkan kementerian dan lembaga jika diserahkan melaluinya. Maka Bappenas mengusulkan dana tersebut ditampung sementara di Kementerian Keuangan.
”Itu bagus namun Kementerian PU kemarin keberatan adanya dana tersebut. Lebih baik langsung dari Kementerian Keuangan melalui PT PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia) atau PIP,” tuturnya.
Melalui PT PII dan PIP, pemerintah pusat diharapkan bisa ikut berinvestasi dalam proyek-proyek infrastruktur. Apalagi kedua lembaga tersebut dianggap Dedy memiliki sumber pendanaan yang cukup dan sesuai dengan bisnis intinya.
”Apabila pemerintah ingin berinvestasi, uang dari PIP juga tidak perlu dipinjamkan tapi diinvestasikan. Misalnya proyek Umbulan di Jawa Tengah, PIP mau berinvestasi bukan meminjamkan. Artinya PIP ikut memiliki proyek tersebut dalam bentuk equtity,” jelasnya.
Kepala PIP Soritaon Siregar menyampaikan bahwa pihaknya belum mengetahui rencana Bappenas terkait dengan penempatan viability gap fund untuk proyek-proyek infrastruktur tersebut. Ia mengatakan pihaknya tidak bisa menggunakan dana tersebut sebagai penyertaan atau hibah pada proyek infrastruktur tersebut jika ditugasi Kemenkeu pada akhirnya.
”Kalau melalui PIP, dana yang telah dikeluarkan harus kembali atau statusnya sebagai penyertaan modal pemerintah, dan tidak bisa dalam bentuk grand saja karena perlu pertanggungjawaban,” tuturnya.





.jpg)










