Kenaikan peringkat menjadi investment grade tidak hanya menurunkan beban utang namun juga memicu munculnya keinginan untuk berutang lagi.
Oleh : Romualdus San Udika
BERITA TERKAIT
Euforia kenaikan peringkat utang Indonesia masih terdengar hingga awal tahun ini. Pemerintah tak henti-hentinya mengutip pengumuman lembaga pemeringkat Fitch Rating pertengahan Desember lalu, bahwa peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dari BB+ menjadi BBB- dengan perkiraan stabil. Dengan peringkat BBB-, Indonesia mendapatkan status peringkat investasi (investment grade).
Pemerintah menganggap bahwa kenaikan tersebut membuktikan bahwa pengelolaan makroekonomi Indonesia berada di jalur yang tepat. Memang berdasarkan indikator makro, dalam lima tahun terakhir, Indonesia berhasil menunjukkan tingkat pertumbuhan secara konsisten dari aktivitas ekonomi dan pengelolaan anggaran negara.
Terbukti dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang tumbuh signifikan dari 2006 yang sebesar Rp369,3 triliun menjadi Rp774,7 triliun di kuartal kedua 2011 atau naik dua kali lipat dalam lima tahun. Sementara cadangan devisa yang pada 2006 masih sebesar 42,6 miliar dollar AS, melonjak lebih dari 100 persen menjadi 119,7 miliar dollar AS pada kuartal kedua 2011.
Selain itu, Indonesia tercatat sebagai negara yang mampu membayar cicilan utang plus bunga. Lihat saja, setiap tahunnya pemerintah selalu mengalokasikan pembayaran pinjaman alias utang yang angkanya berkisar 10 hingga 15 persen dari total anggaran negara.
Dengan prestasi yang didapat tersebut, tidak kurang dari Bank Dunia yang menyanjung pemerintah. “Kembalinya Indonesia ke peringkat ini mencerminkan fundamental makro kuat yang berhasil dibangun pemerintah Indonesia dalam 10 tahun terakhir,” tulis lembaga donor itu dalam siaran pers.
Menurut Bank Dunia, kerangka kebijakan makro yang baik dan kemajuan dalam reformasi struktural memungkinkan Indonesia menciptakan pertumbuhan yang positif. “Bahkan semasa krisis ekonomi 2008-2009 dan di tengah kemerosotan ekonomi global saat ini perekonomian Indonesia tetap bertahan, “ tulis Bank Dunia.
Beberapa pihak mengartikan bahwa kenaikan peringkat itu akan mempermudah Indonesia untuk berutang lagi dengan pengenaan bunga yang lebih rendah dari sebelumnya. Di tambah lagi dengan catatan defisit yang tahun lalu dipastikan di bawah 2 persen, peluang untuk berutang makin terbuka. Pasalnya dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), defisit maksimal diperbolehkan hingga 3 persen.
Namun Menteri Keuangan buru-buru mengatakan bahwa kenaikan peringkat utang itu tidak akan mendorong pemerintah meminta utang baru. “Sekarang akan lebih banyak lagi kreditor yang berminat ke Indonesia, akan baik sekali bagi Indonesia untuk melakukan refinancing. Tetapi kita tetap hati-hati mengelola utang. Tidak berarti Indonesia akan menambah utang,” kata Agus DW Martowardojo.
Status investment grade ini kata dia akan bisa membuat fiskal lebih efektif dan efisien. “Pengelolaaan makro ekonomi secara prudent itu memang kita upayakan.”
Namun yang dikatakan Agus sepertinya tidak tergambar dari rencana yang diungkapkan bawahannya. Kurang dari seminggu setelah kenaikan itu Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang berencana menarik utang melalui penerbitan obligasi. Demi memanfaatkan kesempatan tersebut, pemerintah tengah menggarap peraturan terkait dengan rencana penerbitan obligasi syariah (sukuk) negara yang berbasis proyek (project financing).
Setelah mendapatkan peringkat dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings, pemerintah mencatat bahwa yield surat utang rupiah turun sampai 15 basis poin.
Bahkan ke depan, pemerintah bakal semakin banyak menerbitkan sukuk berbasis proyek. Pasalnya peringkat layak investasi dalam jangka panjang akan membuat banyak dana murah masuk. “Kami akan menerbitkan instrumen jangka panjang sekitar Rp 40 triliun. Selain untuk memperpanjang durasi portofolio utang, juga untuk mengurangi risiko refinancing dan pembiayaan jangka panjang,” kata Direktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Utang, total utang pemerintah Indonesia hingga November 2011 mencapai Rp 1.816,85 triliun atau naik Rp 48,81 triliun dibandingkan Oktober 2011 yang mencapai Rp 1.768,04 triliun.
Jika dibandingkan dengan jumlah utang pada Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga November 2011 bertambah Rp 140 triliun. Secara rasio terhadap PDB, utang RI juga naik dari 27,5 persen pada Oktober 2011 menjadi 28,2 persen pada November 2011.
Kenaikan peringkat memang tidak hanya menurunkan beban pembayaran utang semata namun hal itu juga menimbulkan nafsu untuk berutang lagi karena makin mudah dan murahnya berutang. Atau jika nafsu itu tidak muncul minimal tawaran utang akan makin banyak.
Nafsu Berutang
Ibarat nasabah bank, level investasi berarti Indonesia diakui mampu dan selalu tepat waktu dalam membayar cicilan. Bank atau kreditur tentu senang dengan nasabah seperti itu. Maka bank tak akan sungkan-sungkan lagi untuk menawarkan tambahan pinjaman (top up) kepada nasabah tersebut.
Nah, pasca kenaikan peringkat Desember lalu, Indonesia tengah berada di posisi seperti nasabah tersebut. Lembaga-lembaga pengutang internasional maupun korporasi pemilik dana (hedge fund) yang pasti sudah menyiapkan proposal tawaran pinjaman kepada Indonesia.
Sebulan sebelum Fitch Rating menaikkan peringkat utang Indonesia, Bank Dunia telah menyetujui pinjaman baru untuk dikucurkan kepada Indonesia dengan nilai sebesar 800 juta dollar AS. Utang ini terdiri dari 2 jenis dengan besaran masing-masing 600 juta dollar AS dan 200 juta dollar AS.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Stefan Koeberle mengatakan, pinjaman ini diberikan untuk mendukung program reformasi di Indonesia.
Sementara lembaga pengelola dana, setelah kenaikan itu tentu akan menyerbu sektor keuangan. Bahkan lembaga yang tadinya belum memasukkan Indonesia dalam rencana penempatan dananya kini pastinya sudah mulai menghitung-hitung jumlah investasi yang bakal dilempar ke Indonesia. “Fund manager besar yang dulunya belum mau melihat Indonesia, mereka akan mulai melihat. Kita harus mampu manfaatkan momentum ini. Yang jelas ini adalah sebuah potensi,” tutur Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Eddy Sugito.
Meskipun demikian, otoritas moneter memprediksi bahwa dana-dana yang masuk ke Indonesia bukan lagi melulu dana yang spekulatif dan karena itu akan membawa penguatan rupiah ke level yang lebih stabil. “Ketika Fitch menaikkan peringkat utang Indonesia ke BBB- maka persepsi pasar akan membaik. Persepsi itulah yang kemudian membawa dana jangka panjang berpeluang datang,” kata Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.
Selain itu, kenaikan peringkat ini akan membuat peringkat perusahaan-perusahaan Indonesia membaik. Ketika perusahaan Indonesia menerbitkan obligasi, peringkatnya akan menjadi lebih baik sehingga dana bisa didapatkan dengan lebih murah.
Namun bagi Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, pada dasarnya kenaikan peringkat Indonesia tidak akan berarti berarti apa-apa tanpa tidak lanjut dari pemerintah. “Yang lebih penting adalah pembangunan infrastruktur, penyerapan belanja modal APBN, pemberantasan korupsi, perbaikan birokrasi, kepastian hukum, dan sebagainya,” kata dia.
Jika itu tidak dilakukan maka kenaikan peringkat hanyalah tinggal euforia belaka. SP





.jpg)










