JAKARTA, Stabilitas.id – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) resmi mengumumkan gagal bayar sejumlah instrumen surat utang dengan nilai jumbo mencapai Rp4,64 triliun. Kabar ini disampaikan perusahaan melalui iklan pengumuman kelalaian di surat kabar pada Jumat (22/8) dan telah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Sabtu (23/8).
Corporate Secretary WIKA, Mahendra Vijaya, menjelaskan bahwa perseroan mengalami kelalaian atas kewajiban pembayaran pokok obligasi maupun sukuk mudharabah dari berbagai seri. “Perusahaan sudah menyampaikan iklan pengumuman kelalaian dan juga melaporkan secara resmi kepada OJK,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Rincian Surat Utang Gagal Bayar
BERITA TERKAIT
Berdasarkan pengumuman, instrumen yang mengalami gagal bayar meliputi:
- Sukuk Mudharabah Berkelanjutan III Wijaya Karya Tahap I Tahun 2022 sebesar Rp281,85 miliar
- Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Tahun 2021 sebesar Rp424,5 miliar
- Obligasi Berkelanjutan II Tahun 2021 sebesar Rp1,179 triliun
- Obligasi II Tahap II Tahun 2022 sebesar Rp1,750 triliun
- Pokok Obligasi Seri A II-2022 dan Sukuk Seri A II-2022 sebesar Rp1,006 triliun
Dengan demikian, total nilai kelalaian mencapai sekitar Rp4,64 triliun.
Lanjutan Tekanan Keuangan
Pengumuman gagal bayar kali ini menambah panjang daftar persoalan keuangan WIKA. Sebelumnya, pada **18 Februari 2025**, emiten konstruksi pelat merah tersebut sudah gagal melunasi pokok obligasi dan sukuk senilai Rp1 triliun. Situasi itu membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung melakukan suspensi perdagangan saham WIKA.
Kondisi tekanan arus kas yang dialami WIKA disebut-sebut berkaitan dengan tingginya beban keuangan dan keterlambatan pembayaran proyek. Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas juga mendorong restrukturisasi menyeluruh agar beban utang perseroan bisa lebih terkelola.
Upaya Restrukturisasi
Manajemen WIKA mengungkapkan telah berkoordinasi dengan wali amanat dan pemegang surat utang untuk membahas opsi restrukturisasi. Sejumlah rapat umum pemegang obligasi dan sukuk sebelumnya juga telah digelar, meskipun hasil kesepakatan final belum tercapai.
“Perseroan berkomitmen menyelesaikan kewajiban kepada para investor melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan. Upaya restrukturisasi akan terus dijalankan agar kondisi keuangan perusahaan lebih sehat,” tambah Mahendra.
Tekanan Industri Konstruksi
Kasus gagal bayar WIKA mencerminkan tantangan besar yang dihadapi BUMN karya di tengah beban utang jumbo, kenaikan biaya proyek, dan tekanan likuiditas. Beberapa analis menilai, restrukturisasi utang dan penyuntikan modal negara (PMN) bisa menjadi opsi penyelamatan bagi WIKA.
Pasar kini menanti langkah tegas pemerintah dan OJK terkait kelanjutan restrukturisasi utang, termasuk kepastian penyelesaian kewajiban WIKA kepada para pemegang surat utang. ***





.jpg)









