MEDAN, Stabilitas.id — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menganggarkan Dana Bagi Hasil (DBH) kelapa sawit senilai Rp 3,4 triliun pada APBN 2023 kepada daerah (provinsi dan kabupaten/kota) penghasil dan daerah yang berbatasan langsung dengan penghasil.
Kepala Subdirektorat DBH, Direktorat DTU Kementerian Keuangan Mariana Dyah Savitri mengatakan, sesuai UU Nomor 1/2022 DBH sawit tersebut juga diarahkan untuk dukungan infrastruktur jalan yang mendukung industri sawit. “DBH dialokasikan utamanya untuk infrastruktur jalan pendukung industri sawit dan pengalokasiannya ke daerah akan dilakukan setelah RPP DBH selesai,” kata Marian Dyah Savitri yang hadir secara virtual pada dalam Seminar Hari Pers Nasional (HPN) Dana Bagi Hasil Perkebunan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah” yang digelar di Aula Rajainal Siregar di Lantai 2 Kantor Gubernur Sumatra Utara, Rabu (08/02/2023).
Menanggapi hal itu, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dalam pernyataan resminya mengatakan perlu ada formula DBH sawit untuk daerah penghasil kelapa sawit berdasarkan hukum dan peraturan yang jelas, kuat dan mengikat, berkeadilan bagi pemerintah pusat maupun daerah, dan memenuhi kebutuhan dana bagi daerah dalam meningkatkan produktivitas kelapa sawit, disamping untuk memberi gambaran secara komprehensif kepada semua pihak yang berkepentingan mengenai DBH kelapa sawit dan pemanfaatannya bagi pengembangan ekonomi daerah penghasil kelapa sawit.
BERITA TERKAIT
“Forum ini dapat mewakili semangat baru dan motivasi untuk memajukan sektor perkelapasawitan di provinsi sumatera utara khususnya dari sisi pembagian dana bagi hasil perkebunan selaku provinsi yang memiliki kontribusi besar terhadap devisa dan pendapatan negara dari sub sektor perkebunan. Dimana saat ini potensi perkebunan di provinsi sumatera utara mencapai lebih dari 2,1 juta hektar yang 1,3 juta hektar nya merupakan pertanaman kelapa sawit. Potensi ini harus mampu memacu kita semua untuk berkonsentrasi kepada persiapan untuk memenangkan persaingan dan kompetisi global yang semakin sengit dengan mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan kelapa sawit yang sustainable atau berkelanjutan,” ungkap Edy Rahmayadi.
Menurutnya, pemerintah pusat berperan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan industri kelapa kelapa sawit dengan memberikan kemudahan dalam perizinan, memfasilitasi ekspor, dan membantu memperkuat permodalan. Namun, pemerintah daerah tak kalah perannya dalam mendorong pengembangan industri kelapa sawit. Selain berkaitan dengan kemudahan perizinan, daerah menyediakan infrastruktur seperti jalan dan fasilitas penunjang lain yang digunakan industri kelapa sawit dalam menjalankan operasinya di lapangan.
“Pembangunan infrastuktur bagi industri kelapa sawit menjadi tanggung jawab daerah, namun dana yang dikumpulkan dari usaha kelapa sawit dinilai kurang memadai untuk membangun sekaligus memelihara infrastruktur yang ada. Daerah penghasil kelapa sawit membutuhkan dana bagi hasil kelapa sawit yang wajar karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian nasional,” tegas mantan Ketua PSSI ini.
Dia menyebutka, UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengatur DBH antara pemerintah pusat dan daerah dari hasil sumber daya alam, meliputi hasil kehutanan, mineral dan batubara, minyak bumi dan gas bumi, panas bumi, dan perikanan. “Namun DBH kelapa sawit tidak ada di dalamnya. DBH kelapa sawit yang sudah dijalankan adalah PBB sektor perkebunan dan Pajak Penghasilan sebagaimana Pasal 21, Pasal 25 dan Pasal 29. Lalu, jenis penerimaan pemerintah pusat apa yang akan di-DBH-kan ? Apakah akan diambil dari iuran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), bea keluar/pajak ekspor kelapa sawit atau pungutan lain ? Dan bagaimana cara pengalokasiannya?” pungkas Edy seraya berharap ada solusi yang paripurna dan komprehensif menyangkut DBH kelapa sawit.

Sementara Kepala BPKAD Pemprov Sumut, Ismael Penerus Sinaga menyatakan pihaknya menyambut gembira jika pemerintah pusat bisa merealisasikan PP DBH kelapa sawit. “Kalau bisa direalisasikan sebelum bulan Juli tahun ini akan sangat bagus untuk kami. Karena dana yang diperoleh akan bisa masuk ke penganggaran dan pengalokasian demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya dalam Seminar DBH Sawit tersebut.
Ia menyatakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) akan mengoptimalisasi penerimaan daerah dari DBH kelapa sawit. “Lahan kelapa sawit kami kurang lebih 2 juta hektare, namun, dana yang kembali ke daerah dari sektor ini kurang signifikan, karena itu kita ingin memaksimalkanya,” kata Ismail P Sinaga.
Untuk diketahui, Indonesia saat ini adalah negara penghasil sawit terbesar dunia dengan luas lahan sawit mencapai 10 juta ha. Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah terbesar kedua sebagai penghasil sawit dengan luas lahan hampir 1,4 juta ha, dimana 45% diantaranya merupakan Perkebunan Besar Swasta, 32% Perkebunan Rakyat dan sisanya 23% merupakan Perkebunan Besar Negara (PTPN) dengan volume produksi tahun 2021 sekitar 6 juta ton dan ekspor crude palm oil (CPO) sebesar 3,6 juta ton dengan nilai ekspor rata-rata sebesar US$4 Milyar per tahun (2017-2022).
“Dari 2,15 juta Ha luas perkebunan di Sumatera Utara pada tahun 2021, luas lahan kelapa sawit sebesar 1,35 Juta Ha menghasilkan volume ekspor sebesar 5,17 Juta ton CPO atau senilai Rp64,4 triliun,” sebutnya.
Ismail menambahkan, perkebunan sawit memiliki peran yang strategis dalam perekonomian di Sumatera Utara. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui sumbangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kontribusi perkebunan dalam PDRB Provinsi Sumatera Utara (2021) sebesar Rp859.870,95 Milyar (57,57% dari seluruh kontribusi sub sektor pertanian) atau sebesar 11,87% dari total PDRB Sumatera Utara, menunjukkan besarnya peran komoditi perkebunan dalam perekonomian Sumatera Utara
Adapun nilai Bea Keluar lapangan usaha perkebunan khususnya komoditi kelapa sawit yang diperoleh dari tahun 2017 sampai dengan Juni 2022 sekitar Rp6,9 triliun yang seharusnya dapat mengakomodir perbaikan jalan tidak mantap di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, disinyalir bahwa penduduk disekitar perkebunan hanya sebagai buruh tani dengan luasan lahan yang terbatas sehingga ironi ada kemiskinan di sekitar perkebunan sawit. Karena itu Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Sawit sangat penting sebagai politik anggaran Pemerintah untuk keberpihakan memperbaiki kesejahteraan masyarakat di sekitar perkebunan menyangkut pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Saat ini pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya mampu menganggarkan 64% dari total kebutuhan dana perbaikan jalan tidak mantap dan dibayarkan secara bertahap. Lapangan usaha perkebunan dapat menjadi salah satu solusi untuk menjadi salah satu sumber pendapatan dari Provinsi Sumatera Utara mengingat potensi yang dimiliki. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui sumbangan PDRB. Kontribusi perkebunan dalam PDRB Provinsi Sumatera Utara (2021) sebesar Rp859.870,95 Milyar atau (57,57%) dari seluruh kontribusi sub sektor pertanian) atau sebesar 11,87% dari total PDRB Sumatera Utara.

Segera Diwujudkan
Sementara Anggota Komisi XI DPR RI H Gus Irawan Pasaribu dari Partai Gerindra menyatakan akan mengawal terus kebijakan DBH kelapa sawit agar daerah dapat menikmati pemerataan pendapatan. Saat ini sejumlah pemerintah daerah yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit sedang menunggu realisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur DBH kelapa sawit.
“DPR bukan ingin cawe cawe (ikut-ikutan. Red) dalam pengaturan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah). RPP memang tidak perlu melalui persetujuan DPR. Namun DPR ingin memastikan RPP dari Kementerian Keuangan segera direalisasikan demi peningkatan kesejahteraan daerah,” kata Gus Irawan Pasaribu dalam seminar tersebut.
Ia menyatakan DPR menunggu kemauan politik pemerintah guna merealisasikan RPP terkait DBH kelapa sawit. Hal ini penting karena regulasi ini sudah ditunggu oleh pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. “DBH ini akan digunakan pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur di daerah terutama jalan jalan yang rusak. Juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar lahan kelapa sawit yang masih banyak hidup dalam kemiskinan. Di lapangan sering terjadi paradok, wilayah yang banyak memiliki lahan perkebunan kelapa sawit tetapi masyarakatnya hidup di dalam kemiskinan,” kata Gus Pasaribu.
Namun ia juga mengingatkan agar regulasi ini tidak menjadi beban bagi para pengusaha industri kelapa sawit. “Memang DBH ini amat dibutuhkan daerah, tetapi jangan juga perusahaan-perusahaan diperas-peras terus. Kalau mereka mati, pemerintah daerah dan pusat juga yang akan merugi. Makanya akan kami kawal terus kebijakan ini, terutama nanti dalam pembagian Rp 3,4 triliun yang telah dianggarkan pemerintah pada APBN 2023,” ujarnya.
Tiga Rekomendasi
Adapun Seminar DBH Sawit dalam rangka HPN 2023 tersebut memberikan beberapa rekomendasi bahwa begitu besar peran daerah melalui lapangan usaha perkebunan, maka pantas menjadi pertimbangan pemberian kompensasi bagi daerah penghasil kelapa sawit dengan memasukkan hasil perkebunan kelapa sawit sebagai dana perimbangan. Dana perimbangan bagi hasil perkebunan kelapa sawit adalah insentif bagi daerah yang memiliki sumberdaya alam/tanah/lahan dan memiliki unsur keadilan. Perkebunan menghilangkan peluang bagi masyarakat daerah untuk mempergunakan lahan. Oleh sebab itu, adil jika masyarakat daerah diberi kompensasi dana perimbangan dari hasil perkebunan. Dana perimbangan bagi hasil perkebunan harus dilihat sebagai upaya mendorong laju pembangunan daerah dan sekaligus memacu pembangunan ekonomi nasional.
Alternatif kebijakan yang diusulkan yaitu, Pertama, Segera diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang Ketentuan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Sawit yang adil, bermartabat, mensejahterakan rakyat, dan mendorong keberlanjutan usaha sawit; Kedua, Perkebunan sawit harus masuk dalam komponen penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai upaya menyempurnakan celah fiskal yang ada; dan Ketiga, Mendorong pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan perkebunan kelapa sawit bagi peningkatan kesejahteraan rakyat setempat. ***





.jpg)










