Jakarta – Bank Tabungan Negara (BTN) tetap melaksanakan akad kredit dengan subsidi bunga, kendati Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menunda sementara akad kredit pemilikan rumah (KPR) berskim fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Adapun subsidi bunga yang diberikan BTN adalah 9,75 persen. Sementara, bunga komersial saat ini berada di atas 10 persen.
"Karena ada nasabah yang harus melakukan akad kredit, manajemen mengambil kebijakan, akad kredit tetap berjalan tanpa skim FLPP. Dan kami memberikan subsidi dengan bunga relatif rendah," kata General Manager Mortgage and Consumer Banking BTN Budi Hartono di Jakarta, Rabu (18/1).
Menurut Budi, dasar penyaluran FLPP adalah perjanjian kerja sama operasional (PKO). Penyaluran FLPP pada 2011 lalu berakhir pada 31 Desember 2011. "Sehingga, untuk menyalurkan FLPP pada 2012 ini, harus ada PKO baru."
BERITA TERKAIT
PKO 2012 ini, lanjut Budi, sebetulnya telah dilakukan pembahasan pada akhir Oktober 2011 lalu. Pembahasan yang dilakukan umumnya berkaitan dengan penyesuaian suku bunga. Namun, kata Budi, hingga awal Januari 2012 ini belum ada kesepakatan hingga muncul surat dari Kemenpera tanggal 6 Januari yang menyampaikan PKO 2011 berakhir dan sambil menunggu PKO baru maka penyaluran ditunda.
"BTN pun menyampaikan ke seluruh cabangnya untuk menunda akad kredit skim FLPP. Dan mengambil kebijakan dengan memberikan alternatif memberikan subsidi dengan bunga relatif rendah," ungkapnya.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesa (Apersi) Eddy Ganefo juga menyatakan dengan diterapkannya tipe 36 meter persegi ini, angka backlog justru makin bertambah.
Bertambahnya angka backlog ini, menurut perhitungan Eddy, lantaran jumlah angka backlog sebesar 13,6 juta unit dihitung dengan kebutuhan per unitnya sebesar 10 meter persegi. Dengan adanya berlakunya UU Nomor 1/2011 tersebut, maka jumlah kebutuhan rumah bertipe 36 meter persegi yakni 46 juta unit. "Jadi jumlah backlog sesuai dengan UU Nomor 1/2011 itu 46 juta unit," tandas Eddy.
Mengatasi hal ini, Eddy pun berencana mengajukan uji materi terhadap UU Nomor 1/2011 ini ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat (20/1) mendatang.