Stabilitas.id – Di tengah riuh rendah Balai Baladika Kopassus, Serang, ratusan perempuan dari berbagai komunitas tampak antusias mengikuti sesi edukasi keuangan syariah. Dari ibu rumah tangga, pelaku UMKM, hingga pengurus PKK, mereka datang bukan sekadar untuk mendengar ceramah, melainkan belajar bagaimana menjadi pelindung ekonomi keluarga di era digital yang penuh jebakan.
Di hadapan mereka, Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, membuka acara dengan pesan tegas:
“Peran untuk melindungi adalah dengan memberikan edukasi dan literasi, karena itu pentingnya literasi dan edukasi keuangan untuk ibu-ibu semua.”
BERITA TERKAIT
Acara bertajuk Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS) yang digelar OJK di Banten itu menjadi bagian dari gerakan besar mendorong perempuan agar lebih melek finansial, terutama dalam sistem keuangan syariah. Sebab, seperti dikatakan Friderica, perempuan adalah financial decision maker utama dalam rumah tangga.
“Perempuan punya peran strategis dalam pembentukan generasi yang cerdas secara finansial,” ujarnya. Pernyataan itu bukan tanpa dasar—data OECD menunjukkan 95 persen pelajar belajar literasi keuangan dari ibu mereka.
Literasi Ibu, Fondasi Ekonomi Keluarga
Friderica menekankan, semakin tinggi literasi keuangan masyarakat, semakin kuat pula kesejahteraan keluarga. Di tengah maraknya investasi bodong, pinjol ilegal, dan penipuan digital, literasi menjadi benteng pertama perlindungan.
Namun, tantangan masih besar. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencatat bahwa indeks literasi keuangan syariah baru 43,42 persen dan inklusi 13,41 persen, jauh di bawah indeks nasional masing-masing 66,46 persen dan 80,51 persen. “Gap ini membuka kerentanan terhadap kejahatan finansial yang makin masif,” ujar Friderica.
OJK pun memperkuat langkah dengan serangkaian program, mulai dari SICANTIKS, Forum Edukasi dan Temu Bisnis Keuangan Syariah (FEBIS), hingga Ekosistem Pusat Inklusi Keuangan Syariah (EPIKS). Tak ketinggalan, Indonesia Anti-Scam Center (IASC) yang hingga September 2025 telah menyelamatkan potensi kerugian Rp2,25 miliar dari modus penipuan digital di sektor keuangan syariah.
Kegiatan di Banten ini juga memperlihatkan pentingnya kolaborasi lintas lembaga. OJK menggandeng Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW), dan Tim Penggerak PKK Provinsi Banten untuk memperluas jangkauan literasi.
“Kami percaya kolaborasi yang solid adalah kunci membangun ekosistem keuangan syariah yang inklusif,” kata Friderica.
OJK berharap gerakan seperti SICANTIKS tidak berhenti di forum edukasi semata, tapi menumbuhkan komunitas ibu-ibu sadar keuangan yang mampu menularkan pengetahuan ke lingkungannya. Literasi finansial bagi perempuan bukan hanya soal angka dan investasi, melainkan soal perlindungan keluarga dan masa depan.
Cinta yang Menggerakkan
Program SICANTIKS, bagi OJK, bukan sekadar agenda edukasi. Ia adalah bentuk “cinta kepada keuangan syariah,” seperti yang diungkap Friderica.
Cinta yang diwujudkan dalam pengetahuan—agar para ibu bisa mengatur, melindungi, dan menumbuhkan ekonomi keluarga tanpa terjebak dalam jebakan digital.
Dari Banten, semangat itu terus menjalar. Dari satu kelas literasi, dari satu ibu ke ibu lainnya. Sebab, di tangan merekalah, masa depan keuangan syariah dan ketahanan ekonomi keluarga sedang dijaga dengan cara yang paling sederhana: belajar. ***





.jpg)










