BERITA TERKAIT
Sebagai penguasa industri semen nasional, Semen Gresik terus mengembangkan diri untuk mengambil peran lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas.
Semen tidak akan pernah jauh dari kehidupan manusia. Dalam tahap kehidupan, kebutuhan papan tak akan bisa dipisahkan dari kebutuhan manusia. Saat itulah keberadaan semen dibutuhkan. Untuk konteks Indonesia, ketika berbicara tentang industri semen maka nama PT Semen Gresik,Tbk pasti akan selalu disebut. Bukan suatu yang aneh tentunya karena perseroan itu merupakan kampiun dari industri semen nasional.
Perusahaan milik negara yang berdiri sejak 1957 dan diresmikan Presiden Ir Soekarno ini dibangun dengan visi menjadi yang terdepan di industri semen Asia Tenggara. Dalam perjalanan waktu hingga menjejak usia 54 tahun, Semen Gresik telah melewati beberapa fase penting. Di antaranya di 1991, perseroan melantai di Bursa Efek yang kala itu masih bernama Bursa Efek Jakarta. Langkah perseroan ini menjadikannya sebagai BUMN pertama yang melantai di pasar saham dengan kode saham SMGR.
Kemudian di 1995, perseroan mengakuisisi dua perusahaan semen nasional yakni PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa dan menjadi induk usaha bagi perusahaan semen pelat merah. Dengan tambahan dua kekuatan perusahaan semen tersebut, Semen Gresik, semakin mengukuhkan dirinya sebagai pemimpin di industri semen nasional dengan menguasai 43,2 persen pangsa pasar semen nasional.
Dari sisi kapasitas produksi berdasarkan data tahun 2010, produksi Semen Gresik lebih besar dari Indocement dan PT Holcim Indonesia. Produksi Semen Gresik mencapai 19 juta ton sedangkan Indocement dan Holcim masing-masing 18,8 juta ton dan 8,5 juta ton. Selain itu dari sisi penguasaan pasar berdasarkan wilayah, SMGR menguasai hampir semua wilayah kecuali di Pulau Jawa yang dikuasai oleh Indocement. Semuanya bisa terjadi karena didukung oleh infrastruktur yang memadai di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Dengan posisi itu, manajemen tentu akan terus mempertahankan dominasi perseroan dalam pasar semen nasional dan hal pertama yang dilakukan adalah transformasi. Menurut Direktur Utama Semen Gresik Dwi Soetjipto dalam lima tahun terakhir perseroan telah melakukan transformasi dari tiga perusahaan yang awalnya berdiri sendiri menjadi one company sehingga tercipta sinergi ke dalam yang lebih baik.
“Sejak 2005, transformasi tersebut dilakukan secara lebih intens. Itu yang kemudian membuat kinerja perusahaan cukup baik, yang bisa dilihat dari laba bersih perusahaan ketika 2004 sebesar Rp500 miliar menjadi Rp3,6 triliun atau 7 kali lipat di 2010,” jelas Dwi bangga.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan semen nasional yang terus tumbuh, perseroan pun melakukan peningkatan kapasitas produksi. Ini dilakukan perseroan sejak dua tahun lalu. “Untuk saat ini kapasitas produksi perseroan sekitar 19,5 juta ton. Akhir tahun ini dengan selesainya 2 pabrik yang masing-masing kapasitasnya 2,5 juta ton yang kalau digabungkan menjadi 5 juta ton maka sampai akhir tahun kapasitas produksi perseroan menjadi 24 juta ton,” jelas Doktor Bidang Ekonomi dari Universitas Indonesia tersebut.
Tidak berhenti di situ, perseroan juga berencana melakukan ekspansi terbaru dalam lima tahun ke depan dan hal itu diharapkan akan tercipta tambahan kapasitas sekitar 5 juta ton. Dengan demikian direncanakan pada akhir 2015 kapasitas produksi sudah menjadi 30 juta ton. “Artinya kami mengambil peran untuk speed up pertumbuhan dalam mendukung pembangunan infrastruktur ke depan,” ujar Dwi.
Menurut dia peningkatan kapasitas produksi ini tidak semata untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang meningkat. Upaya itu juga merupakan bentuk dukungan perseroan pada program pemerintah yakni pro growth, pro job dan pro poor. “Kita bisa ikut mengatasi masalah tenaga kerja karena itulah program pemerintah yang dikenal dengan pro job dan juga ikut berperan ke lingkungan dalam artian kemitraan dengan UMKM sebagai bentuk dukungan untuk pro poor,” papar Dwi lagi.
Lebih lanjut pria sederhana menjelaskan rencana pembangunan pabrik yang akan menambah jumlah pabriknya yang kini berjumlah empat pabrik. Tahun ini tengah berjalan pembangunan satu pabrik di Pulau Jawa dan satu pabrik di Pulau Sulawesi. Ke depannya akan ada satu lagi pabrik di Pulau Jawa, satu di Pulau Sulawesi dan satunya lagi tengah dicari lokasi yang tepat untuk pembangunan pabrik tambahan. Sehingga total akan ada lima pabrik baru.
Ternyata tidak hanya peningkatan kapasitas produksi, hal yang tidak kalah penting dan mendapat perhatian serius manajemen adalah soal distribusi. Demi memperluas jangkauan distribusi khusus di Kawasan Timur Indonesia, saat ini perseroan sedang membangun packing plant di Sorong, Papua.
“Sebelum pasar Papua berkembang kita perlu membangun dasar di sana. Ini akan dilakukan secara bertahap. Saat ini kita bangun packing plant kemudian akan lakukan kajian yang dilanjutkan dengan membangun grinding plant dan setelah itu kira-kira enam tahun mendatang jika sesuai dengan kelayakan bisnis diharapkan kita akan punya small integrated di Papua,” papar tokoh yang yang dinobatkan sebagai Tokoh Financial Indonesia 2010 (Top Executive of Listed Company 2010) dari majalah Investor.
Untuk mendukung rencananya tersebut, perseroan pelat merah ini telah menyediakan sejumlah dana sebagai modal usaha. Untuk 2011, belanja modal (capital expenditure/ capex) yang disediakan sekitar Rp5 triliun dengan rincian Rp4 triliun untuk pengembangan usaha dan Rp1 triliun untuk pengembangan efisiensi. Sementara secara kumulatif untuk lima tahun mendatang perseroan menyediakan dana 1,2 miliar dollar AS untuk membangun pabrik baru dan mengakuisisi perusahaan semen.
Belanja modal tersebut diperlukan untuk menjaga operasi dan sebagian besar untuk pabrik baru serta beberapa proyek pengembangan sistem distribusi. Belanja modal ini sebagian sudah dijamin oleh konsorsium perbankan yang dipimpin Bank Mandiri. “Tahun lalu masih banyak yang belum ditarik karena sementara ini kita masih banyak menggunakan dana internal,” tambah Dwi.
Dwi sendiri mengaku optimistis dengan pasar semen domestik karena besarnya konsumsi semen nasional. Ada beberapa faktor, sambung dia yang menjadi penentu meningkatnya konsumsi semen ke depan. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih dimungkinkan untuk didorong lebih tinggi lagi. Kedua, pembangunan infrastruktur. “Meski sektor ini tidak terlalu besar mengkonsumsi semen tetapi multiplier effect yang ditimbulkannya cukup besar seperti pengembangan properti yang akan men-drive permintaan semen,” jelas Dwi.
Sebagaimana diketahui Indonesia saat ini masih kekurangan infrastruktur yang menimbulkan high cost ekonomi dan itu akan menjadi prioritas pemerintah ke depan. Kondisi ini menjadikan prospek demand semen nasional untuk jangka panjang masih akan menarik. “Hal lainnya adalah iklim investasi Indonesia yang semakin menarik di mata investor,” tandasnya.
Menurut Dwi yang kembali terpilih sebagai Direktur Utama dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Maret silam, jika peringkat investasi Indonesia semakin baik tentu akan menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia sehingga proses pembangunan bergerak makin cepat.
Meski memilih untuk fokus memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun Semen Gresik tidak menutup kemungkinan produk semennya juga bisa dilempar ke pasar manca negara yang tidak memiliki sumber daya semen. Dalam daftar Semen Gresik ada beberapa negara yang tidak bisa memproduksi semen seperti Banglades, Srilanka, sebagian negara di Timur Tengah dan Afrika.
Dengan segala persiapan yang dilakukan, maka tak berlebihan jika manajemen bertekad agar posisi sebagai penguasa pasar domestik dapat terus terjaga. Bahkan visi untuk menjadi perusahaan semen terbesar di Asia Tenggara akan lebih mudah direalisasikan.





.jpg)










