• Redaksi
  • Iklan
  • Majalah Digital
  • Kontak Kami
Senin, November 24, 2025
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
Home Internasional

Menanti Titik Balik Krisis Eropa

oleh Sandy Romualdus
16 Desember 2011 - 00:00
2
Dilihat
Menanti Titik Balik Krisis Eropa
0
Bagikan
2
Dilihat

Krisis Eropa belum juga memperlihatkan tanda-tanda perbaikan. Bahkan diperkirakan pada 2012 nanti kawasan zona euro ini akan mengalami masa kelam mengingat belum ada solusi yang berarti.

Oleh : Ainur Rahman

Pada awal tahun 2011, para pengambil kebijakan di Eropa sangat optimistis krisis akan berangsur-angsur membaik dengan menerbitkan kebijakan krusial sebagai upaya mengakhiri defisit anggaran dan menyebarnya utang di kawasan zona euro.

BERITA TERKAIT

BRI Manajemen Investasi Catatkan KIK EBA Syariah Perdana di Indonesia

BRI Salurkan KUR Senilai Rp147,2 Triliun kepada 3,2 juta Debitur UMKM

Debut Gemilang Raymond/Joaquin di BWF Level Super 500

Atlet Muda Indonesia Panen Gelar di Ajang Internasional Australia Open 2025

Dalam skema yang luncur 13 Januari, ditetapkan bahwa anggaran nasional masing0masing anggota di masa mendatang akan berada di bawah pengawasan Uni Eropa (UE) sebelum diberlakukan pemerintah masing-masing negara.

Di bawah kebijakan yang disebut Pakta Stabilitas dan Pertumbuhan Uni Eropa itu pula, para anggota harus menjaga defisit anggaran di bawah tiga persen dari PDB. Hal ini merupakan tantangan berat bagi pemerintah karena saat ini sebagian melampaui batas tersebut.

Reformasi keuangan UE yang rencananya resmi akan diadopsi September tidak berhasil membawa perbaikan bahkan parahnya lagi tidak terlaksana. Penyebabnya tak lain adalah adanya beberapa anggota yang bersikukuh menjaga kedaulatan fiskalnya. Menurut negara-negara tersebut terutama Inggris dan Jerman, kondisi dalam negeri mereka tentu yang menjadi prioritas.

Hal itu tidaklah mengherankan karena dalam tubuh organisasi negara bermata uang tunggal itu, karena persoalan mata uang memang menjadi urusan kawasan Eropa sebagai sebuah kesatuan. Namun soal anggaran dan ekonomi hanya sebagian saja yang sudah terintegrasi. Masing masing negarapun akhirnya ingin membatasi tanggung jawab dalam menanggung masalah kawasan.

Itulah yang membuat persoalan krisis Eropa demikian pelik. Belum lagi perbedaan yang mencuat antara pengambil keputusan politik dan ekonomi yang membuat proses pencarian solusi tidak juga beranjak dari tempat gelap.

Malahan krisis Eropa telah memakan korban setelah George Papandreou dari Yunani dan Silvio Berlusconi dari Italia harus rela kehilangan kursi perdana menteri. Bahkan terakhir, Kepala IMF zona Eropa Antonio Borges juga memilih mundur yang membuat krisis euro yang kental dengan masalah politik makin jauh dari penyelesaian.

“Antonio Borges, Direktur International Monetary Fund’s European Department, telah memberitahu Direktur Pelaksana di Inggris menyatakan pada 31 Oktober lalu, dengan mengurangi kepemilikan obligasi Spanyol, Italia, Portugal, Irlandia dan Yunani sebesar 31 persen dalam tiga bulan bisa jadi pilihan yang realistis.

Royal bank of Scotland Group Plc, sebagai bank milik pemerintah terbesar di Britain, juga telah mengurangi obligasi dari negara-negara itu menjadi 1,1 miliar pounds dari 4,6 miliar pounds tahun ini juga akibat makin tidak menentunya penyelesaian krisis negara tersebut.

Hengkangnya pembeli obligasi kelas kakap ini membuat Uni Eropa pincang dan langkah rekapitalisasi perbankan Eropa hampir tak ada efeknya. CreditSights Inc dalam catatannya mengatakan, “langkah ini tidak memperbaiki masalah utama yakni status obligasi yang buruk,” kata laporan ini.

BANK TERGUNCANG

Bahkan kerugian akibat obligasi Yunani dan pelemahan penyerapan obligasi pemerintah ini telah menghantam pendapatan perbankan Eropa di kuartal ketiga 2011. Bank-bank seperti Commerzbank, asal Jerman melaporkan kerugian sebesar 687 juta euro pada 4 November lalu, setelah melakukan cut loss di obligasi Yunani dan sekuritas di Eropa Selatan merugi.

Chief Financial Officer (CFO) Commerzbank, Eric Strutz, menyalahkan regulator yang dianggapnya memperkeruh keadaan dengan membuat peraturan pengetatan perbankan dengan mengharuskan perbankan meningkatkan modal. Hal ini secara efektif mendorong perbankan Eropa untuk menjual obligasi pemerintah yang mereka punya “Sedikit aneh melihat para pembuat kebijakan berdebat tidak pada penciptaan suplai di pasar. Dengan pengetatan itu, semua bank tentu akan menjual obligasi, karena pada akhirnya, perbankan butuh modal untuk memenuhi aturan pengetatan itu,” ujar Strutz.

Sekadar informasi, menurut Open Europe, lembaga riset yang berbasis di London dan Brussels, dari obligasi Yunani sebesar 355 miliar euro, sebesar 127 miliar euro surat utang dipegang oleh Uni Eropa (UE), International Monetary Fund (IMF) dan European Central Bank (ECB). Sementara sekitar 90 miliar euro milik perbankan Eropa yang sebagian besar adalah perbankan Yunani.

Fitch Ratings yang melakukan pemeringkatan utang menyatakan bahwa terdapat beberapa bank yang kondisinya tidak sehat lagi. Tiga bank raksasa kelas dunia yang terpaksa menelan pil pahit menurut survey dari Fitch adalah UBS AG, Lloyds Banking Group Plc, dan Royal Bank of Scotland Group Plc. Lebih dari sepuluh bank lainnya dilaporkan segera menerima nasib serupa.

Peringkat jangka panjang UBS berkurang dari semula A+ menjadi A. Meski UBS memiliki kedekatan dengan Pemerintah Swiss yang saat ini dianggap aman dari goncangan krisis, hal tersebut tidak menjadi jaminan.

Peringkat Lloyds dan RBS diturunkan dua grade, yaitu dari AAAA- menjadi A. Menurut Fitch, prospek ke depan bank belum memberikan jaminan kemajuan yang signifikan. Selain tiga bank tersebut, Fitch menempatkan peringkat kelayakan dan prospek negatif tujuh bank berskala global, termasuk Goldman Sach Group Inc dan Morgan Stanley terkait dengan peraturan baru bagi perbankan dan perkembangan ekonomi global.

Lembaga pemeringkat kelas dunia itu juga memasukkan bank asal Eropa, yaitu Credit Agricole SA dalam status pengawasan sehubungan dengan kekhawatiran utang negara di Uni Eropa.

Sementara itu, Otoritas Perbankan Eropa (EBA) menilai bahwa bank-bank Uni Eropa akan memerlukan tambahan 106 miliar euro (147 miliar dolar AS) untuk memenuhi persyaratan modal baru di bawah kesepakatan untuk mengatasi krisis utang zona euro. “Target awal dan agregat indikatif modal di tingkat Uni Eropa, berdasarkan angka imbal hasil obligasi negara Juni dan akhir September, sebesar 106 miliar euro,” kata badan pengawas dalam sebuah pernyataannya.

Maka banyak pihak yang mengatakan bahwa tahun ini menjadi titik balik penyelesaian krisis di zona euro ini. Jika tidak ada langkah penyelesaian maka dipastikan dampak krisis ini akan semakin besar. Bahkan dipastikan pada 2012 nanti kawasan zona euro ini akan mengalami masa kelam dan gaungnya juga akan dirasakan Asia, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, tak ingin perekonomian Indonesia terguncang, Bank Indonesia menyiapkan langkah antisipatif untuk menangkal imbas krisis utang zona euro. Namun demikian, pejabat BI belum bisa mengungkapkan kebijakan apa yang akan diluncurkannya terkait hal itu. “Kami masih perkirakan krisis Eropa itu akan tetap terjadi. Ya kita lihat lah nanti,” kata Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad.

“Saya belum bisa komentar banyak soal itu. Memang berbagai kemungkinan masih bisa karena krisis di Eropa kita juga belum tahu arahnya seperti apa, terutama yang terkait dengan supply and demand valas yang ada di sini,” ujar Muliaman. SP

 
 
 
 
Sebelumnya

Telkomsel, Perusahaan Paling Inovatif

Selanjutnya

Mengembalikan Pengaruh BI Rate

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

Inflasi di Atas Target, The Fed Didesak Tunda Akselerasi Pemangkasan Suku Bunga

Inflasi di Atas Target, The Fed Didesak Tunda Akselerasi Pemangkasan Suku Bunga

oleh Sandy Romualdus
3 Oktober 2025 - 11:25

Stabilitas.id – Presiden Federal Reserve Bank of Dallas, Lorie Logan, menilai langkah pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin...

Pemerintah AS Terancam Shutdown, Gedung Putih Siapkan Skema PHK Massal ASN

Pemerintah AS Terancam Shutdown, Gedung Putih Siapkan Skema PHK Massal ASN

oleh Stella Gracia
26 September 2025 - 13:13

Stabilitas.id — Pemerintah Amerika Serikat menghadapi ancaman shutdown mulai 1 Oktober 2025 setelah Kongres gagal menyepakati rancangan anggaran tahunan. Gedung...

ANZ Didenda Rp2,6 Triliun, Terbesar Sepanjang Sejarah Perbankan Australia

ANZ Didenda Rp2,6 Triliun, Terbesar Sepanjang Sejarah Perbankan Australia

oleh Sandy Romualdus
16 September 2025 - 16:33

JAKARTA, Stabilitas.id — Otoritas keuangan Australia menjatuhkan denda sebesar 240 juta dolar Australia atau setara Rp2,62 triliun kepada ANZ Group,...

Inflasi Inti AS Naik Jadi 3,1% di Juli, Tertinggi Sejak Awal 2025

Inflasi Inti AS Naik Jadi 3,1% di Juli, Tertinggi Sejak Awal 2025

oleh Stella Gracia
14 Agustus 2025 - 18:08

JAKARTA, Stabilitas.id – Inflasi inti Amerika Serikat (AS) melonjak pada Juli 2025, mencatat laju tahunan tertinggi sejak awal tahun, di...

Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon-hee Ditangkap atas Dugaan Manipulasi Saham, Intervensi Pemilu, dan Suap

Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon-hee Ditangkap atas Dugaan Manipulasi Saham, Intervensi Pemilu, dan Suap

oleh Stella Gracia
13 Agustus 2025 - 11:19

SEOUL, Stabilitas.id – Mantan Ibu Negara Korea Selatan, Kim Keon-hee, resmi ditahan atas tuduhan terlibat dalam skema manipulasi harga saham,...

GROW dan Fullerton Luncurkan China Equities Fund, Targetkan Pertumbuhan Jangka Panjang di Pasar Tiongkok

GROW dan Fullerton Luncurkan China Equities Fund, Targetkan Pertumbuhan Jangka Panjang di Pasar Tiongkok

oleh Stella Gracia
13 Agustus 2025 - 10:10

JAKARTA, Stabilitas.id – GROW with Singlife bersama Fullerton Fund Management resmi meluncurkan Fullerton Lux Funds – China Equities (Class A)...

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harga BBM Oktober 2025: Pertamina Naikkan Dexlite dan Pertamina Dex, Subsidi Tetap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Scam di Indonesia Tertinggi di Dunia, Capai 274 Ribu Laporan dalam Setahun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • WIKA Umumkan Gagal Bayar Surat Utang Jumbo Rp4,64 Triliun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diteror Debt Collector, Nasabah Seret Aplikasi Pinjol AdaKami ke Pengadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 106 Perusahaan Asuransi Raih Predikat Market Leaders 2025 Versi Media Asuransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bank BJB Kehilangan Putra Kandungnya: Yusuf Saadudin, Pemimpin Berintegritas yang Menggerakkan Transformasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
 

Terbaru

BRI Manajemen Investasi Catatkan KIK EBA Syariah Perdana di Indonesia

BRI Salurkan KUR Senilai Rp147,2 Triliun kepada 3,2 juta Debitur UMKM

Debut Gemilang Raymond/Joaquin di BWF Level Super 500

Atlet Muda Indonesia Panen Gelar di Ajang Internasional Australia Open 2025

Permudah Transaksi Warga, AgenBRILink di Riau Ini Beri Layanan “Jemput Bola”

Buka Digital Store, BTN Gandeng Unesa Perluas Layanan Digital bagi Mahasiswa dan Dosen

BNI Dorong Prestasi Dunia, Indonesia Gelar 2 All Indonesian Final Australia Open 2025

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

STABILITAS CHANNEL

Selanjutnya
Mengembalikan Pengaruh BI Rate

Mengembalikan Pengaruh BI Rate

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance