JAKARTA, Stabilitas.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (POJK UMKM). Aturan ini dirancang untuk mempercepat akses pembiayaan yang mudah, murah, tepat, dan inklusif bagi pelaku UMKM, sekaligus memperkuat ketahanan serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan POJK ini menjadi payung hukum penting agar bank dan lembaga keuangan nonbank (LKNB) menghadirkan pendekatan inovatif sesuai kebutuhan UMKM dari berbagai skala. Mulai dari usaha mikro dan ultra mikro yang membutuhkan akses cepat, hingga usaha kecil dan menengah yang memerlukan layanan lebih kompleks.
“Dengan diberlakukannya POJK ini, bank dan LKNB diharapkan mampu menghadirkan produk keuangan yang relevan dengan karakteristik UMKM, dari yang paling sederhana hingga yang lebih beragam. Prinsipnya tetap inklusif, namun tetap mengedepankan kehati-hatian,” kata Dian dalam keterangan resmi, Senin (15/9).
BERITA TERKAIT
Hingga Juli 2025, kredit perbankan tumbuh 7,03% yoy menjadi Rp8.043,2 triliun. Kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi 12,42%, diikuti kredit konsumsi 8,11%, sementara kredit modal kerja hanya naik 3,08%. Adapun kredit UMKM tumbuh tipis 1,82% seiring upaya perbankan memulihkan kualitas kredit sektor tersebut.
Aturan ini merupakan tindak lanjut dari UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang telah dikonsultasikan dengan DPR RI. POJK UMKM menegaskan peran sektor jasa keuangan dalam memperluas akses keuangan, memperkuat tata kelola pembiayaan, hingga mendorong digitalisasi pembiayaan berbasis ekosistem.
Dalam implementasinya, bank dan LKNB diwajibkan memberikan berbagai kemudahan, mulai dari penyederhanaan persyaratan, skema pembiayaan berbasis karakteristik usaha (termasuk jaminan kekayaan intelektual), penggunaan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA), penetapan biaya pembiayaan wajar, hingga kebijakan lain yang didukung otoritas.
Selain aspek kemudahan, POJK juga menekankan penerapan tata kelola dan manajemen risiko. Setiap lembaga wajib menyusun rencana penyaluran pembiayaan UMKM dan melaporkan realisasinya kepada OJK. Aturan ini juga mengatur kolaborasi antar-lembaga keuangan, pemanfaatan teknologi digital, mekanisme hapus buku/tagih, literasi keuangan UMKM, hingga pemberian insentif bagi bank maupun LKNB yang aktif mendukung pembiayaan UMKM.
POJK UMKM yang diundangkan pada 2 September 2025 ini berlaku mulai dua bulan setelah diundangkan, mencakup bank umum, BPR, bank syariah, BPR syariah, perusahaan pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, fintech pendanaan, pergadaian, hingga lembaga pembiayaan pemerintah seperti LPEI dan PNM.
Dengan aturan ini, OJK berharap tercipta ekosistem pembiayaan UMKM yang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan, sehingga UMKM dapat berkontribusi lebih besar dalam mendukung perekonomian nasional. ***





.jpg)










