JAKARTA, Stabilitas.id — Pertumbuhan kredit dunia usaha menunjukkan tren perlambatan signifikan sepanjang 2025. Berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit pada Juli tercatat sebesar 7,03 persen, turun dari 7,77 persen pada bulan sebelumnya. Kredit modal kerja bahkan hanya tumbuh 3,08 persen, jauh di bawah capaian Februari yang sempat menyentuh 7,66 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai bahwa perlambatan ini bukan sinyal stagnasi, melainkan bentuk _strategic recalibration_ oleh pelaku usaha. “Dunia usaha sedang melakukan konsolidasi, efisiensi, dan fokus pada pertumbuhan berkualitas. Ini strategi untuk menjaga ketahanan bisnis sambil menunggu momentum ekonomi yang lebih kuat,” ujar Shinta kepada Tempo, Ahad (14/9/2025).
Menurut Shinta, terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi penurunan kredit modal kerja. Pertama, Ketidakpastian Global dan Fluktuasi Permintaan Domestik. Banyak perusahaan menunda ekspansi besar dan menggantinya dengan optimalisasi belanja modal (capex). Hanya proyek dengan kepastian imbal hasil tinggi yang dijalankan.
BERITA TERKAIT
Kedua, Penguatan Arus Kas Internal. Sejak pandemi, perusahaan memperkuat kas internal sebagai penyangga likuiditas. Dengan biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi, penggunaan dana sendiri dinilai lebih efisien.
Ketiga, Perbankan Lebih Selektif. Bank cenderung menghindari risiko dan fokus menjaga kualitas kredit serta rasio kredit bermasalah (NPL). Hal ini membuat proses pembiayaan lebih ketat dan selektif.
Meski demikian, Shinta menyambut baik kebijakan pemerintah yang menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank Himbara. Menurutnya, langkah ini dapat memperkuat likuiditas perbankan dan membuka akses pembiayaan lebih luas bagi dunia usaha. Namun, ia menegaskan bahwa likuiditas saja tidak cukup. “Respons pengusaha sangat bergantung pada permintaan pasar, kepastian kebijakan, dan biaya usaha secara keseluruhan,” katanya. ***





.jpg)










