KUPANG, Stabilitas.id – Kinerja keuangan Bank NTT (PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur) pada akhir 2024 menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal profitabilitas. Namun, di balik catatan positif tersebut, terdapat tantangan struktural yang tidak bisa diabaikan, terutama menyangkut komposisi kredit yang kurang produktif, penurunan dana pihak ketiga (DPK), serta keterlambatan dalam proses penguatan modal inti.
Menurut Wilhelmus Mustari, SE., M.Acc, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Katolik Widya Mandira sekaligus mahasiswa Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya Malang, kondisi ini menuntut perhatian serius dari manajemen Bank NTT dan para pemangku kepentingan.
Profitabilitas Menguat, Modal Memadai
BERITA TERKAIT
Dalam laporan tahunan Bank NTT per 31 Desember 2024, terlihat bahwa profitabilitas meningkat tajam. Return on Assets (ROA) melonjak 104,62% menjadi 1,33%, sedangkan Return on Equity (ROE) tumbuh 2,5% menjadi 7,45%. Net Interest Margin (NIM) pun membaik ke level 6,5%.
“Ini menunjukkan bahwa Bank NTT memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola aset dan ekuitasnya untuk menghasilkan laba,” ujar Mustari dalam analisisnya, dilansir dari Fortuna.
Rasio kecukupan modal (CAR) Bank NTT juga tercatat sangat kuat, mencapai 27,05%, jauh di atas ketentuan minimum OJK sebesar 8%. Peningkatan Current Account Saving Account (CASA) menjadi 54,86% juga memberikan sinyal positif terhadap efisiensi biaya dana.
Namun, Tantangan Struktural Masih Nyata
Di sisi lain, total aset Bank NTT justru turun sebesar 5,14%, sementara penghimpunan dana melalui DPK menurun 7,04%. Komposisi kredit juga masih didominasi oleh kredit konsumtif, yang naik 13,30%. Sebaliknya, kredit produktif seperti modal kerja dan investasi justru anjlok masing-masing sebesar 37,14% dan 44,28%.
“Struktur kredit seperti ini belum sepenuhnya mendukung pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan,” tegas Mustari.
Tingginya Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 106,50% mencerminkan ketergantungan tinggi pada penyaluran kredit tanpa diimbangi pertumbuhan dana pihak ketiga. Sementara itu, rasio Non-Performing Loan (NPL) yang naik menjadi 3,44% juga harus diwaspadai agar tidak melewati batas aman regulator sebesar 5%.
Dari sisi efisiensi, rasio BOPO tercatat 87,28%—lebih baik dibanding tahun sebelumnya (91,25%), namun masih lebih tinggi dibanding periode 2020–2022 yang rata-rata di kisaran 80%.
Keterlambatan Implementasi Kerja Sama dengan Bank Jatim
Salah satu isu strategis yang masih menggantung adalah realisasi kerja sama usaha bersama (KUB) antara Bank NTT dan Bank Jatim. Kesepakatan yang sudah dicapai pada RUPS 16 November 2024 dan ditindaklanjuti oleh direksi pada 16 Desember 2024, hingga Mei 2025 belum tercermin dalam neraca keuangan Bank NTT.
Menurut Mustari, kemungkinan penyebab keterlambatan antara lain adalah proses perizinan dari OJK, kompleksitas teknis dan hukum, serta evaluasi due diligence yang memakan waktu lebih lama dari perkiraan.
“Padahal, penyertaan modal sekitar Rp400 miliar dari Bank Jatim akan sangat signifikan untuk memperkuat komponen modal inti Bank NTT agar dapat memenuhi ketentuan OJK tentang modal minimum Rp3 triliun,” jelasnya.
Rekomendasi Strategis
Mustari menggarisbawahi beberapa strategi kunci yang perlu segera dijalankan oleh manajemen Bank NTT, yaitu:
- Transparansi Publik: Mengkomunikasikan progres dan rencana kerja sama dengan Bank Jatim untuk menghindari spekulasi negatif.
- Rebalancing Kredit: Mengalihkan fokus dari kredit konsumtif ke kredit produktif yang mendukung sektor riil.
- Penguatan DPK: Merancang strategi penghimpunan dana agar tren penurunan DPK dapat dibalikkan.
- Manajemen Risiko Kredit: Menekan NPL dengan memperbaiki sistem monitoring dan penilaian kelayakan debitur.
- Efisiensi Operasional: Meningkatkan efisiensi guna menurunkan rasio BOPO ke level yang lebih ideal.
Meskipun menunjukkan kinerja positif dari sisi profitabilitas dan permodalan, Bank NTT masih menghadapi tantangan fundamental dalam struktur pendanaan, kualitas aset, serta proses penguatan modal. Penyelesaian segera atas kerja sama dengan Bank Jatim akan menjadi langkah krusial dalam memperkokoh posisi Bank NTT sebagai lokomotif keuangan daerah.
“Bank NTT perlu melakukan langkah-langkah strategis yang tidak hanya memperkuat kinerja keuangan jangka pendek, tapi juga memastikan keberlanjutan jangka panjang sebagai institusi keuangan daerah yang berdaya saing,” pungkas Mustari. ***





.jpg)









