• Redaksi
  • Iklan
  • Majalah Digital
  • Kontak Kami
Minggu, November 23, 2025
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
Home Kolom

Bank Syariah Mahzab Indonesia

oleh Sandy Romualdus
3 Juni 2011 - 00:00
7
Dilihat
Bank Syariah Mahzab Indonesia
0
Bagikan
7
Dilihat

Oleh: Prayogo P. Harto*

 

Sejak berdirinya bank syariah pertama, Bank Muamalat, pada 1992, berarti setahun lagi akan genap dua puluh tahun usia perbankan syariah nasional. Di usia yang nyaris dua dekade ini, perkembangan perbankan Islam di Tanah Air dapat kita pandang dalam dua sudut, positif dan negatif.

BERITA TERKAIT

Buka Digital Store, BTN Gandeng Unesa Perluas Layanan Digital bagi Mahasiswa dan Dosen

BNI Dorong Prestasi Dunia, Indonesia Gelar 2 All Indonesian Final Australia Open 2025

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

Dari kaca mata positif, sejumlah indikator kinerja perbankan syariah relatif tumbuh signifikan. Hasil riset Lutfil Khakim dari Pusat Data dan Analisis Stabilitas (PDAS) menunjukkan aset perbankan syariah dalam sepuluh tahun terakhir tumbuh sekitar 45 persen per tahun. Bandingkan dengan pertumbuhan aset perbankan nasional yang hanya 14 persen pertahun.

Pertumbuhan signifikan juga dicatatkan indikator pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah masing-masing berkembang 44 persen dan 47 persen pertahun. Indikator ini makin dikokohkan dengan pertumbuhan laba yang rata-rata naik 71 persen pertahun.

Tak hanya itu, jangkauan jaringan perbankan syariah pun mengalami peningkatan sangat pesat. Dalam lima tahun terakhir jaringan bank syariah telah bertambah 184 persen dengan rata-rata 27 persen pertahun. Sebagai perbandingan, jaringan bank konvensional cuma mampu tumbuh 45 persen di periode yang sama atau rata-rata 9,5 persen pertahun.

Prestasi kinerja operasional bank syariah juga tak kalah mencorong. Terutama dari performa efisiensi yang diindikasikan dengan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Dalam lima tahun terakhir rata-rata BOPO bank syariah hanya 69 persen. Sementara rata-rata BOPO bank konvensional sebesar 88 persen.

Namun performa apik bank syariah ini dibayang-bayangi sejumlah catatan negatif. Di sisi aset, misalnya, perbankan syariah masih jauh dari bank konvensional. Total aset perbankan syariah dalam hampir dua dekade ini baru mampu menyentuh angka 3 persenan dari seluruh aset perbankan nasional. Angka di atas agak ironis mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Artinya, secara teoritis peluang penggemukan aset perbankan syariah terbuka lebar.

Indikator negatif lainnya adalah pertumbuhan negatif pada rekening bank syariah. Data BI mencatat sejak 2006, jumlah rekening bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) dari tahun ke tahun justru menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Bahkan penurunannya cukup signifikan. Di tahun 2006, rekening nasabah bank syariah tercatat masih tumbuh 69 persen. Namun tahun berikutnya hanya tumbuh 42 persen dan terus turun hingga puncaknya di Juni 2010 cuma naik 11 persen.

Fenomena ini menunjukkan adanya gejala stagnasi terhadap jumlah nasabah di bank syariah karena ia berkorelasi langsung dengan jumlah rekening. Pada gilirannya, pertumbuhan negatif rekening ini secara tidak langsung menjadi penyebab lambannya peningkatan pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Tanah Air hingga hanya mampu menggapai angka 3 persen dari market share perbankan nasional.

Dilema Copy Paste

Salah satu hipostesis yang dapat dikemukan terkait kinerja negatif perbankan syariah (jumlah aset maupun pertumbuhan negatif rekening/nasabah) adalah karena minimnya kreativitas insan-insan dari perbankan Islam sendiri. Fakta ini dapat kita lihat dari, misalnya, produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank syariah. Nyaris, jika bukan malah semua, produk dan jasa bank syariah merupakan copy paste atau tiruan dari produk/jasa sejenis di manca negara.

Memang bukan tanpa sebab jika pelaku perbankan syariah kita lebih suka mencomot produk jadi asing ketimbang merancang produk sendiri. Alasan yang sering dikedepankan adalah industri perbankan tanah air relatif masih hijau jika dibandingkan sejumlah negara yang lebih mapan, seperti Malaysia, Pakistan, Mesir, atau Iran. Jadi, wajar sebagai pemain baru mencontoh pemain mapan (lama).

Selain itu, sumber daya insani (SDI), sebutan SDM di perbankan syariah, di tanah air secara kuantitas dan kualitas relatif lemah. Hal ini mengingat mayoritas SDI berasal dari perbankan konvensional. Alhasil mereka mungkin saja memiliki kapabilitas sebagai bankir umum, tetapi minim pengetahuan syariah. Padahal, kompetensi yang seimbang antara ilmu agama dan perbankan adalah elemen wajib yang dibutuhkan SDI untuk merancang suatu produk syariah. Jadi, wajar saja jika ketimpangan ilmu ini membuat para pelaku industri perbankan syariah memilih jalan pintas, menggunakan produk syariah yang sudah jadi.

Namun cara instan di atas mengandung risiko, yakni  produk yang diimpor dari luar itu tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen dan kurang laku di pasar. Kenyataan ini tercermin dari lambatnya laju pertumbuhan rekening maupun aset perbankan syariah di tanah air.

Fakta kurangnya inovasi insan perbankan syariah ini juga diperkuat dengan masih sedikitnya akad yang digunakan dalam produk maupun jasa bank Islam. Mengacu data BI, pembiayaan di BUS dan UUS ternyata hanya memiliki 6 akad, yaitu Murabahah (jual beli), Musharakah (kerja sama), Mudharabah (bagi hasil), Qardh (pinjaman), Ijarah (leasing), dan Istishnah (jual beli dengan pesanan). Sementara akad terkait dana simpanan nasabah BUS dan UUS malah cuma dua, yaitu Mudharabah dan Wadiah (titipan).

Kalau kita lihat lebih dalam lagi, ternyata dari akad-akad pembiayaan tersebut hanya tiga yang dominan, yakni Murabahah (55 persen), Mu­sharakah (20 persen), dan Mudharabah (12 persen). Dengan kata lain, ketiga akad ini menguasai lebih dari 80 persen pembiayaan di bank syariah. Adapun dari akad simpanan yang didominasi oleh akad Mudharabah jenis deposito (60 persen) dan tabungan Mudharabah (25 persen).

Menjawab Kebutuhan

Berkaca dari fakta di atas, nam­paknya kita membutuhkan berbagai terobosan agar perbankan syariah nasional tidak terus menerus bera­da di bawah bayang-bayang bank konvensional ataupun per­bankan syariah negara lain. Salah satu terobosan yang bisa dijadikan pertimbangan adalah perlunya membangun bank syariah made in atau mahzab Indonesia.

Bank syariah mahzab Indonesia tentu saja bukan berarti ia menafikan prinsip-prinsip syariah. Al Quran dan Hadist, bagaimanapun tetap menjadi refesensi utama bank syariah mahzab Indonesia ini. Namun, yang membedakan dengan bank syariah negara lain adalah lembaga bank Islam ala Indonesia ini dibangun dengan pendekatan ekonomi-sosial-politik nasional. Singkat kata, produk-produk bank syariah yang dikembangkan haruslah berdasarkan karakterisitik dan kebutuhan nasabah tanah air.

Dari sudut pandang ekonomi, misalnya, mayoritas penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Dari kaca mata ini produk pembiayaan perbankan syariah seharusnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan sektor tadi. Contohnya produk dengan akad Salam. Namun realitas yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Pembiayaan bank syariah bagi sektor pertanian cuma menempati posisi nomor tujuh atau tiga terbawah dengan jumlah Rp2 triliun atau 2,7 persen total pembiayaan perbankan nasional. Angka ini jauh di bawah sektor lain yang nota bene bukan sektor utama para pekerja Indonesia, seperti Jasa (27 persen) dan perdagangan (10 persen).

Sementara kalau kita tinjau dari sudut pandang sosial, karakter dominan masyarakat Indonesia adalah memiliki solidaritas tolong menolong yang tinggi. Artinya produk-produk berakad Qardh (pinjaman), yang kental spirit membantu sesamanya sangat berpotensi untuk di­kembangkan lebih jauh. Sayangnya, produk berakad  Qardh ini baru sedikit saja dieksplorasi oleh bank syariah. Ini terlihat dari jumlah pembiayaan Qardh yang ba­ru mencapai angka Rp6,8 triliun atau 9 per­sen dari total pembiayaan bank syariah nasional.

Adapun pendekatan politik yang dapat dikedepankan dalam pengembangan pro­duk perbankan syariah mahzab Indo­nesia adalah politik pro poor alias keberpihakan kepada masyarakat kecil. Singkat kata, produk bank Islam harus dirancang untuk memberdayakan masyarakat kelas menengah ke bawah, yang memang jadi mayoritas penduduk Indoensia.

Sebenarnya bank syariah sudah menunjukkan ‘politik’ ini dengan lebih banyak menyalurkan pendanaan kepada para pengusaha level Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Total 58 persen pembiayaan perbankan syariah dilungsurkan pada UKM dan ‘hanya’ 42 persen yang menjadi jatah korporasi.

Namun, tentu saja untuk membangun bank syariah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja keras dan komitmen dari berbagai pihak yang berkepentingan membangunnya. Soal ketebatasan kualitas dan kuantitas SDI, misalnya, perlu segera dicarikan solusinya. Kebutuhan SDI yang kompeten ini sudah sangat mendesak. Berdasarkan estimasi sejumlah pengamat, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan kebutuhan SDI nasional mencapai 40 ribu orang.

Untuk menjawab tantangan ini salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah mendorong pendirian lembaga-lembaga pendidikan perbankan, baik formal dan informal. Selain itu, perlu juga kiranya dipertimbangkan memasukkan kurikulum ekonomi (perbankan) syariah dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi. Langkah ini akan mengakselerasi kebutuhan pengetahuan calon SDI untuk menguasai ilmu agama dan perbankan, sebagai dasar utama merancang produk syariah yang kompeten.

Langkah lain yang juga bisa dipertimbankan adalah melakukan standarisasi karyawan dan bankir syariah, antara lain, melalui sertifikasi kompetensi. Dengen demikian ketimpangan pengetahuan SDI antara ilmu keagamaan dan perbankan dapat diminimalisir.

Nah, di sini peran bank sentral, khususnya direktorat perbankan syariah, menjadi kuncinya. Selama ini BI baru melakukan standardisasi kompetensi SDI sebatas pada lembaga bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Itupun hanya untuk level direksi melalui sertifikasi yang dilakukan oleh Certif, sebuah lembaga sertifikasi profesi bankir. Ke depan, untuk membangun SDI syariah yang unggul, sertifikasi kompetensi bankir syariah ini seyogyanya dapat diperluas ke seluruh level karyawan maupun lembaga (BUS dan UUS). SP

*) Dosen SEBI Islamic Economics School

 

KOMPOSISI PEMBIAYAAN BUS DAN UUS

Berdasarkan Jenis Akad

Keterangan                                                     Rp Miliar  Persentase

Murabahah                                                         40.877           55,05

Musharakah                                                       14.988           20,19

Mudharabah                                                         8.767           11,81

Qardh                                                                  6.721             9,05

Ijarah                                                                   2.572             3,46

Istishnah                                                                 328             0,44

Berdasarkan Sektor Ekonomi

Lain-lain                                                             27.098           36,49

Jasa dunia usaha                                               20.210           27,22

Perdagangan, restoran dan hotel                          7.689           10,35

Konstruksi                                                           4.680             6,30

Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi        3.768             5,07

Jasa sosial masyarakat                                        3.407             4,59

Perindustrian                                                        2.549             3,43

Pertanian, kehutanan dan sarana pertanian            1.981             2,67

Listrik, gas dan air                                                1.857             2,50

Pertambangan                                                     1.015             1,37

Berdasarkan Jenis Penggunaan

Modal Kerja                                                       32.771           44,13

Konsumsi                                                          27.112           36,51

Investasi                                                            14.370           19,35

 

KOMPOSISI DANA PIHAK KETIGA

Deposito Mudharabah                                        47.435           59,55

Tabungan Mudharabah                                         1.776           24,83

Giro Wadiah                                                         9.147           11,48

Tabungan Wadiah                                                3.293             4,13

Keterangan: BUS = Bank Umum Syariah, UUS = Unit Usaha Syariah

Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI, Maret 2011

 

 
 
 
 
Sebelumnya

XL Raih IFR Award 2011

Selanjutnya

BTN Belum Diperbolehkan Jaring Nasabah Kaya

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

Penurunan Mendalam Pasar Saham Indonesia 18 Maret 2025

Penurunan Mendalam Pasar Saham Indonesia 18 Maret 2025

oleh Sandy Romualdus
21 Maret 2025 - 09:16

Oleh : Dr. Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Tanggal 18 Maret 2025 pasar...

Serangan Hacker terhadap Pusat Data Nasional: Sebuah Renungan Bernegara

Serangan Hacker terhadap Pusat Data Nasional: Sebuah Renungan Bernegara

oleh Stella Gracia
26 Juni 2024 - 15:05

Oleh Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Baru-baru ini, Indonesia dikejutkan oleh serangan siber besar-besaran...

Praktik Sustainable: Harapan Besar pada Bank

Praktik Sustainable: Harapan Besar pada Bank

oleh Sandy Romualdus
21 September 2023 - 16:34

Oleh Ahmed Zulfikar, Relationship Manager LPPI SAAT ini isu perubahan iklim telah menjadi topik hangat yang hampir selalu dibahas dalam...

Strategi Penerapan Keamanan Siber di Perbankan

Strategi Penerapan Keamanan Siber di Perbankan

oleh Sandy Romualdus
11 Agustus 2023 - 12:32

Oleh : Novita Yuniarti, Assistant Programmer LPPI SERANGAN siber memiliki dampak yang serius dan menjadi isu kritis dalam digitalisasi keuangan...

Kilas Balik Pandemi COVID-19: Strategi Cermat India yang Terhambat Sistem Pasar Obat-Obatan Dunia

Kilas Balik Pandemi COVID-19: Strategi Cermat India yang Terhambat Sistem Pasar Obat-Obatan Dunia

oleh Sandy Romualdus
3 Juni 2023 - 20:20

Oleh : Baiq Shafira Salsabila, Diospyros Pieter Raphael Suitela, Muhammad Faiz Ramadhan * INDIA adalah salah satu negara berkembang dengan industri farmasi terbesar...

Fenomena Bank Digital: Tren Naik, Harus Diimbangi dengan Literasi Digital

Transformasi Digital vs Literasi Digital

oleh Sandy Romualdus
14 Februari 2023 - 08:10

Oleh Danal Meizantaka Daeanza - Assistant Programmer LPPI Perubahan yang terjadi di dunia selama satu dekade belakangan ini sangat signifikan....

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harga BBM Oktober 2025: Pertamina Naikkan Dexlite dan Pertamina Dex, Subsidi Tetap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Scam di Indonesia Tertinggi di Dunia, Capai 274 Ribu Laporan dalam Setahun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • WIKA Umumkan Gagal Bayar Surat Utang Jumbo Rp4,64 Triliun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diteror Debt Collector, Nasabah Seret Aplikasi Pinjol AdaKami ke Pengadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 106 Perusahaan Asuransi Raih Predikat Market Leaders 2025 Versi Media Asuransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bank BJB Kehilangan Putra Kandungnya: Yusuf Saadudin, Pemimpin Berintegritas yang Menggerakkan Transformasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
 

Terbaru

Buka Digital Store, BTN Gandeng Unesa Perluas Layanan Digital bagi Mahasiswa dan Dosen

BNI Dorong Prestasi Dunia, Indonesia Gelar 2 All Indonesian Final Australia Open 2025

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

CIMB Niaga Kucurkan Sustainability-Linked Loan Rp117 Miliar ke Anak Usaha Ever Shine Tex

SIG Sabet Juara 1 Industrial Cyberdrill Exercise 2025 Gelaran BSSN

CIMB Niaga Edukasi Nasabah Surabaya Lewat Wealth Xpo: Dari Bisnis Next Gen hingga Warisan Kekayaan

Pendapatan Menguat, Belanja Naik: Defisit APBN Rp479,7 Triliun Tetap dalam Jalur Aman

Cari Inovasi Perumahan, BTN Housingpreneur Roadshow di USU Medan

STABILITAS CHANNEL

Selanjutnya
BTN Belum Diperbolehkan Jaring Nasabah Kaya

BTN Belum Diperbolehkan Jaring Nasabah Kaya

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance