JAKARTA, Stabilitas.id – Bank Indonesia (BI) mendorong percepatan pemanfaatan central counterparty (CCP) di pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA) sebagai upaya strategis untuk mendukung pendalaman pasar keuangan serta memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional.
Langkah tersebut dilakukan melalui penguatan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan otoritas terkait, serta penyelenggaraan Seminar Nasional bertajuk “Pendalaman Pasar Keuangan dan Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia melalui Peningkatan Pemanfaatan Central Counterparty di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing” yang digelar di Jakarta, Senin (4/8/2025).
“BI berkomitmen mempercepat implementasi dan penguatan CCP sebagai infrastruktur penting untuk efisiensi transaksi, likuiditas, serta mitigasi risiko kredit dan risiko pasar,” ujar Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti.
BERITA TERKAIT
Destry mencatat, volume transaksi harian di pasar valas terus meningkat signifikan. Pada 2020, rerata transaksi harian tercatat di kisaran US$3—4 miliar, sementara pada 2025 telah melonjak menjadi sekitar US$10 miliar per hari. Tren ini menunjukkan besarnya ruang akselerasi pemanfaatan CCP.
Sebagai tindak lanjut, BI telah menyiapkan tiga langkah strategis. Pertama, memperkuat permodalan CCP bersama mitra utama perbankan untuk mendukung keberlangsungan sebagai infrastruktur sistemik. Kedua, pengembangan CCP dimasukkan dalam Blueprint Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (BPPU) 2030, selaras dengan aspek produk, harga, dan pelaku. Ketiga, memperluas koordinasi dengan otoritas domestik dan internasional guna memperoleh status recognized CCP dari berbagai yurisdiksi global.
“Koordinasi kami tidak hanya dengan OJK, tetapi juga dengan ISDA, Eropa, Inggris, AS, hingga Jepang, serta pelaku industri dalam negeri seperti APUVINDO. Hal ini sejalan dengan amanat UU PPSK dan reformasi G20 terkait OTC derivatives,” tambah Destry.
Dari sisi pengawasan, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menekankan pentingnya CCP sebagai alat manajemen risiko dan pengurangan risiko sistemik di pasar derivatif.
“OJK telah mengeluarkan ketentuan teknis agar perbankan mendapatkan kepastian dalam perlakuan modal dan risiko. Kami juga mendorong penggunaan CCP yang memenuhi kualifikasi (qualifying CCP),” ujar Inarno.
Menurutnya, kehadiran CCP akan memberikan landasan bagi pengembangan pasar derivatif yang lebih dalam, efisien, dan kredibel. Untuk itu, OJK mendukung harmonisasi pengaturan dan pengawasan terhadap PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai CCP domestik, dengan mengacu pada Principles for Financial Market Infrastructure (PFMI).
OJK pun berkomitmen memperluas cakupan CCP agar pasar keuangan Indonesia semakin inklusif, kuat, dan adaptif terhadap dinamika global.
Penguatan peran CCP menjadi bagian dari kerangka besar reformasi infrastruktur keuangan nasional melalui koordinasi model twin-peak regulation antara Bank Indonesia dan OJK. Keduanya sepakat bahwa CCP menjadi elemen strategis dalam menavigasi tantangan sistemik dan memperkuat kepercayaan pelaku pasar.
Dengan langkah bersama tersebut, diharapkan pemanfaatan central counterparty akan semakin luas dalam transaksi PUVA, memperdalam pasar keuangan domestik, serta meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap gejolak eksternal. ***





.jpg)









