• Redaksi
  • Iklan
  • Majalah Digital
  • Kontak Kami
Jumat, November 21, 2025
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
Home Kolom

Kilas Balik Pandemi COVID-19: Strategi Cermat India yang Terhambat Sistem Pasar Obat-Obatan Dunia

oleh Sandy Romualdus
3 Juni 2023 - 20:20
82
Dilihat
Kilas Balik Pandemi COVID-19: Strategi Cermat India yang Terhambat Sistem Pasar Obat-Obatan Dunia
0
Bagikan
82
Dilihat

Oleh : Baiq Shafira Salsabila, Diospyros Pieter Raphael Suitela, Muhammad Faiz Ramadhan *

INDIA adalah salah satu negara berkembang dengan industri farmasi terbesar di dunia. Dalam perjalanannya, perkembangan industri farmasi India sendiri telah melalui sepak terjang yang cukup kompleks dalam konteks perdagangan internasional yang kemudian berkaitan dengan infrastruktur kesehatan global. Khususnya, pada masa pandemi COVID-19, tingginya kebutuhan akan obat-obatan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan yang memadai ini kemudian menjadi sebuah diskursus hangat yang turut menyeret India ke  alamnya sebagai salah satu negara dari Selatan yang berperan besar dalam memproduksi obat-obatan jenis generik. Lantas, bagaimana industri farmasi India dapat menembus pasar global dan bagaimana mereka menghadapi persaingan yang cenderung didominasi oleh perusahaan farmasi multinasional dari negara maju? Bagaimana regulasi dari rezim perdagangan internasional World Trade Organization (WTO) memengaruhi persaingan tersebut? Serta, bagaimana signifikansi peran industri farmasi India pada masa pandemi COVID-19? Seluruh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dikupas melalui tulisan ini.

Awal dari Perkembangan Industri Farmasi India

Sebagai negara berkembang, India dapat diklasifikasikan sebagai salah satu negara yang memiliki soft power melalui kemajuan industri farmasinya. Kemajuan ini mulai terlihat pada tahun 1980-an saat India telah mencapai kondisi swasembada dalam produksi obat-obatan yang juga secara perlahan berdampak kepada perluasan pasar obat-obatan India ke pasar dunia. Hal ini dapat dibuktikan melalui banyaknya perusahaan farmasi milik India yang telah mengglobal, seperti Cipla, Ranbaxy Labs, hingga Dr. Reddy Labs yang telah meraih angka penjualan lebih dari 5 juta dollar AS berdasarkan data tahun 2011 (Winanti in Winanti et al., 2012).

BERITA TERKAIT

Diapresiasi Negara, BRI Jadi Perusahaan Pembayar Pajak Terbesar

OJK: Kebijakan Stimulus COVID-19 Sektor PVML Telah Berakhir

Waspadai Covid-19 Varian Baru! Angka Penularan Bertambah

Imunitas Covid-19 di Indonesia Meningkat, Masyarakat Siap Sambut Lebaran

Perkembangan industri farmasi India dalam mencapai posisi terkemuka di pasar farmasi dunia dapat ditilik kembali dari lahirnya Patent Act 1970 yang secara hukum tidak mengakui hak paten atas obat-obatan luar negeri yang beredar di India dan memberi kelonggaran hukum kepada perusahaan farmasi India dalam memproduksi obat-obatan tanpa khawatir akan tuntutan hukum dari perusahaan farmasi asing–metode ini sering disebut sebagai metode reverse engineering (Winanti in Winanti et al., 2012). Lebih lagi, Kamiike (2019) menjelaskan bahwa kelonggaran yang diberikan Patent Act 1970 ini dilanjutkan oleh Pemerintah India dengan membiayai research and development (R&D) di bidang yang relevan dengan riset farmasi dan pelayanan kesehatan dengan orientasi kepada pembuatan obat-obat baru–dapat dilihat dari pembentukan Indian Council of Medical Research (ICMR), All India Institute of Medical Sciences (AIIMS), dan beberapa badan riset kesehatan lainnya.

Langkah India dalam Merespon Tantangan TRIPS Agreement

Lini masa perkembangan industri farmasi India terpaksa mengalami sedikit perubahan, khususnya saat India secara resmi menandatangani TRIPS Agreement di tahun 1995. Secara singkat, TRIPS Agreement sendiri  merupakan aturan terikat yang berlaku kepada seluruh anggota World Trade Organizations (WTO) yang berisikan pemberian penetapan standar minimum kepada pemerintah nasional terkait regulasi dari berbagai bentuk intellectual property (IP) dan ditujukan kepada warga negara dari anggota WTO. Penandatanganan ini berimplikasi kepada perusahaan farmasi India yang tidak lagi dapat memproduksi obat-obat generik yang memiliki hak paten di negara lain. Namun, muncul Deklarasi Doha di tahun 2001 yang menilai TRIPS Agreement lebih banyak memberikan keuntungan kepada negara-negara maju (Utomo, 2019). Hal ini berkaitan dengan salah satu poinnya yang membahas tentang fleksibilitas kepada negara-negara peratifikasi TRIPS Agreement (khususnya negara berkembang) dalam menentukan dan mengimplementasikan hukum paten sesuai dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan kebutuhan mereka.

Sebagai negara berkembang, dinamika antara TRIPS Agreement dan Deklarasi Doha ini segera dimanfaatkan oleh Pemerintah India melalui peluncuran Patent Act 2005 yang berisikan tentang perlindungan hukum kepada industri farmasi India untuk tetap memproduksi obat-obatan berpaten sekaligus memberikan izin ekspor di bawah lisensi wajib (Andrade et al., 2007). Hal ini juga menjadi celah bagi India dalam upayanya untuk mengakses pasar dunia yang lebih luas, terutama dalam memaksimalkan pasar obat generiknya yang memiliki nilai tambah dengan harga yang murah dan akses yang mudah bagi seluruh masyarakat dunia.

Potensi Industri Farmasi India dalam Menanggulangi Kelangkaan Komoditas Farmasi pada Pandemi COVID-19

Dalam dinamika health security, nyatanya akses terhadap obat-obatan mengalami hambatan, bahkan sebelum masa pandemi COVID-19. Selain atas alasan harga yang tidak terjangkau, pasokan obat-obatan juga menghambat akses masyarakat global terhadap obat-obatan (Meliawati & Holik, 2020). Sementara itu, kelangkaan akses terhadap obat juga dipengaruhi oleh perdagangan paralel (De Weerdt et al., 2015). Konsep ini menyorot pada tindakan pedagang paralel untuk menjual kembali obat dengan harga yang jauh lebih mahal. Fenomena ini sangat mempengaruhi rentannya pasokan obat. Di sisi lain, margin harga dalam bisnis farmasi sangat dipertimbangkan untuk meningkatkan pendapatannya. Dinamika ini mengarah pada situasi yang disebut reverse traffic, dimana negara yang tidak memproduksi obat-obatan akan bergantung pada distribusi farmasi apotek (pedagang paralel) dibandingkan dari perusahaan farmasi (Vazquez et al. in Meliawati & Holik, 2020).

Datangnya COVID-19 di 2020 seakan-akan menjadi mimpi buruk bagi industri kesehatan dunia, termasuk industri farmasi India. Pasalnya, pandemi COVID-19 menghambat produksi dan distribusi obat-obatan yang menyebabkan terjadinya distabilitas pasokan obat dunia. Kondisi ini semakin memburuk saat banyaknya pabrik farmasi yang tutup akibat kebijakan karantina, penutupan perbatasan, dan larangan ekspor (Meliawati & Holik, 2020). Di satu sisi, tindakan ini merupakan langkah preventif, tetapi dalam perspektif lain kondisi ini menunjukkan betapa buruknya akses dan pasokan obat di lanskap global dalam menghadapi wabah penyakit.

Kelangkaan obat semakin diperparah, khususnya dalam produksi hidroksiklorokuin yang memiliki efek antiviral yang kuat terhadap virus SARS-CoV dan menghambat replikasi virus sehingga mencegah infeksi maupun penyebaran SARS-CoV (Al Bari in Meliawati & Holik, 2020). Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan hidroksiklorokuin, walaupun pasokannya semakin menipis. Masalah ini seharusnya dapat teratasi melalui kapabilitas India sebagai penyedia bahan baku farmasi global. Lebih lagi, India diperkirakan telah menghasilkan 60 metrik ton hidroksiklorokuin untuk pasar domestik, tetapi kondisi pandemi menghambat distribusi obat India melalui adanya pembatasan mobilitas. Hal ini semakin mendukung potensi India yang akan memiliki peranan penting dalam penanganan pandemi COVID-19 (Meliawati & Holik, 2020).

Terlepas dari pembicaraan kasus COVID-19 yang telah berdampak kepada jatuhnya stabilitas ekonomi India, India merupakan penghasil obat generik yang jauh lebih murah, sehingga farmasi India menjadi kunci dari urgensi pasokan obat dan keterjangkauan harga obat di lanskap global. Merujuk pada ekosistem R&D global yang bergerak pada langkah kolaboratif, India diharapkan untuk menjadi pusat inovasi industri farmasi global yang lebih terjangkau (Malathi et al., 2021). Pernyataan tersebut selaras dengan kontribusi India dalam mengeluarkan varian vaksin Covishield dan Covaxin dengan tingkat efektivitas 81% (BBC News Indonesia, 2021) dan harga yang jauh lebih terjangkau yang sudah digunakan secara luas di seluruh dunia (Muhamin et al., 2021). Kedua vaksin Covishield dan Covaxin menjadi poin penting betapa pentingnya peran industri farmasi India saat pandemi COVID-19.

Ironi Aksesibilitas Obat-Obatan Global dan Signifikansi Obat Generik India pada Masa Pandemi COVID-19

Di sisi lain, Patent Act 2005 memberi kesempatan bagi industri farmasi India untuk dapat memproduksi obat versi generik dari obat-obat yang dipatenkan dan diizinkan untuk mengekspornya di bawah lisensi wajib yang mana obat-obatan tersebut diperbolehkan untuk diekspor ke negara-negara berkembang khususnya bagi mereka yang membutuhkan obat-obatan tersebut secara mendesak (Andrade et al., 2007). Obat generik sendiri mengacu pada obat yang sebenarnya memiliki khasiat yang sama dengan obat-obatan produksi perusahaan farmasi multinasional, akan tetapi obat generik diproduksi tanpa hak paten sehingga harganya yang lebih murah (Anggraeni, 2017).

Tidak dapat dielakkan bahwa pandemi menyerang seluruh dunia tanpa pandang bulu, termasuk perdagangan bahan aktif farmasi (API) yang terhambat saat pandemi datang dengan berbagai kebijakannya, seperti lockdown, penutupan ekspor, hingga karantina. Hal ini menyulitkan peredaran komoditas tersebut dan berdampak kepada India dan Cina sebagai pengekspor terbesar bahan tersebut (Meliawati & Holik, 2020). Hambatan ini tentu menyulitkan berbagai pihak dalam situasi pandemi yang dimana permintaan atas obat-obatan dinilai meningkat di kala krisis kesehatan tersebut.

Pada masa krisis kesehatan, masyarakat dunia membutuhkan obat-obatan dalam jumlah besar dengan harga rendah, setidaknya untuk pertolongan pertama. Namun, hal ini tidak sesuai dengan realita mengingat pada tingginya harga obat-obatan yang dipatok perusahaan farmasi multinasional. Pun, tidak mudah bagi mereka yang tinggal di negara berkembang untuk mendapatkan akses terhadap obat-obatan tersebut, khususnya di masa pandemi yang terjadi peningkatan permintaan obat-obatan dengan stok yang terbatas. Lantas, apa yang terjadi? Nyatanya, di masa-masa krisis tersebut, obat-obatan generik India justru menjadi “pahlawan”.

Dengan tingginya kasus COVID-19 di Cina, permintaan atas obat generik India melonjak drastis sejak obat generik tersebut dinilai efektif membantu masyarakat Cina memerangi virus COVID-19 (Fatunnisa, 2023). Namun, peningkatan permintaan ini tidak sejalan dengan Pemerintah Cina yang melarang peredaran obat-obatan generik dari India, padahal hasil tes menilai obat generik India memiliki manfaat yang sama dengan obat berpaten. Situasi ini yang mendorong masyarakat Cina untuk memperoleh obat-obatan seperti Primovir, Paxista, Molnunat dan Molnatris melalui pasar gelap dan e-commerce (PTI, 2023).

Penjelasan dari berbagai permasalahan di atas menunjukkan bahwa isu kesehatan global semakin kompleks. Sedangkan, infrastruktur kesehatan global belum cukup kuat untuk menghadapi krisis kesehatan yang mungkin saja secara tiba-tiba menggempur seluruh dunia. Hal ini tercermin dari bagaimana sistem distribusi dan aksesibilitas obat-obatan masih belum cukup progresif. Masyarakat negara berkembang masih sulit untuk memperoleh obat-obatan dengan harga terjangkau karena tingginya harga obat yang dipatok industri farmasi multinasional, ditambah lagi dengan munculnya TRIPS Agreement yang semakin memperkuat hak paten dari obat-obatan tersebut. Alhasil, pasar obat-obatan cenderung dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan multinasional dengan kekuatan patennya dan cenderung menguntungkan negara maju. Sekalipun negara seperti India telah tetap mencoba untuk mengedarkan  obat generiknya dalam rangka mendorong emansipasi kesehatan di negara-negara berkembang, limitasi tetap saja menghampiri; di beberapa negara, misalnya Cina, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, menganggap obat-obatan generik India sebagai obat-obatan ilegal.

Padahal, obat generik adalah opsi paling realistis yang dapat digunakan oleh masyarakat negara berkembang dikarenakan khasiatnya yang manjur dan harga terjangkau. Problematika sulitnya aksesibilitas obat-obatan tersebut diperparah dengan pandemi, dimana permintaan akan obat-obatan tergolong tinggi sedangkan ketersediaannya terbatas. Kelangkaan dalam kondisi krisis tersebut menyebabkan mereka yang berada di negara berkembang berada di prioritas terbelakang.

Berbagai permasalahan yang mengganggu dinamika peredaran obat-obatan dalam situasi pandemi dapat mengantarkan kita untuk memahami bahwa infrastruktur kesehatan global dan sistem distribusi obat-obatan global masih belum memadai. Padahal, pandemi COVID-19 merupakan teguran bagi negara-negara bahwa hari ini, permasalahan kesehatan menjadi lebih kompleks dan infrastruktur kesehatan global masih harus dibenahi lebih lanjut, terlebih dunia tidak akan pernah tahu kapan dan bagaimana isu-isu kesehatan selanjutnya akan muncul.  Untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk, negara harus bersiap menghadapi kompleksitas permasalahan kesehatan dengan memperkuat infrastruktur kesehatan global melalui pembenahan sistem distribusi obat-obatan dan sarana prasarana kesehatan yang lebih inklusif, accessible, dan terjangkau. Inklusivitas serta aksesibilitas dalam sistem distribusi obat-obatan global tidak akan tercapai apabila masih terdapat monopoli raksasa-raksasa multinasional dalam pasar obat-obatan global. Persaingan dalam pasar obat-obatan mungkin penting bagi sebagian kalangan karena dirasa mendatangkan profit yang tidak main-main. Akan tetapi, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan ialah aspek kemanusiaan–bagaimana setiap orang di dunia seharusnya bersama-sama mendapat hak atas kesehatan melalui akses terhadap sarana dan prasarana kesehatan, salah satunya dalam mendapatkan obat-obatan yang terjangkau. ***

*Baiq Shafira Salsabila (Departemen Ilmu Hubungan Internasional, UGM), Diospyros Pieter Raphael Suitela (Departemen Ilmu Hubungan Internasional, UGM); Muhammad Faiz Ramadhan (Departemen Ilmu Hubungan Internasional, UGM)

Tags: #Covid-19Industri Farmasi IndiaKilas Balik Pandemi COVID-19Pasar Obat-Obatan Dunia
 
 
 
 
Sebelumnya

Agung Podomoro Luncurkan Parkland Podomoro Karawang

Selanjutnya

BNI Group Siapkan Ragam Pilihan Produk Lengkap Dalam Gelaran Java Jazz Fetival 2023

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

Penurunan Mendalam Pasar Saham Indonesia 18 Maret 2025

Penurunan Mendalam Pasar Saham Indonesia 18 Maret 2025

oleh Sandy Romualdus
21 Maret 2025 - 09:16

Oleh : Dr. Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Tanggal 18 Maret 2025 pasar...

Serangan Hacker terhadap Pusat Data Nasional: Sebuah Renungan Bernegara

Serangan Hacker terhadap Pusat Data Nasional: Sebuah Renungan Bernegara

oleh Stella Gracia
26 Juni 2024 - 15:05

Oleh Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Baru-baru ini, Indonesia dikejutkan oleh serangan siber besar-besaran...

Praktik Sustainable: Harapan Besar pada Bank

Praktik Sustainable: Harapan Besar pada Bank

oleh Sandy Romualdus
21 September 2023 - 16:34

Oleh Ahmed Zulfikar, Relationship Manager LPPI SAAT ini isu perubahan iklim telah menjadi topik hangat yang hampir selalu dibahas dalam...

Strategi Penerapan Keamanan Siber di Perbankan

Strategi Penerapan Keamanan Siber di Perbankan

oleh Sandy Romualdus
11 Agustus 2023 - 12:32

Oleh : Novita Yuniarti, Assistant Programmer LPPI SERANGAN siber memiliki dampak yang serius dan menjadi isu kritis dalam digitalisasi keuangan...

Fenomena Bank Digital: Tren Naik, Harus Diimbangi dengan Literasi Digital

Transformasi Digital vs Literasi Digital

oleh Sandy Romualdus
14 Februari 2023 - 08:10

Oleh Danal Meizantaka Daeanza - Assistant Programmer LPPI Perubahan yang terjadi di dunia selama satu dekade belakangan ini sangat signifikan....

Ekonomi Global akan Hadapi Risiko Fragmentasi

Ekonomi Global akan Hadapi Risiko Fragmentasi

oleh Sandy Romualdus
5 Januari 2023 - 11:35

Salah satu risiko yang harus diwaspadai oleh seluruh pelaku usaha adalah risiko keterpisahan dampak Covid-19 pada pertumbuhan ekonomi. Yang maju...

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harga BBM Oktober 2025: Pertamina Naikkan Dexlite dan Pertamina Dex, Subsidi Tetap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Scam di Indonesia Tertinggi di Dunia, Capai 274 Ribu Laporan dalam Setahun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • WIKA Umumkan Gagal Bayar Surat Utang Jumbo Rp4,64 Triliun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diteror Debt Collector, Nasabah Seret Aplikasi Pinjol AdaKami ke Pengadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 106 Perusahaan Asuransi Raih Predikat Market Leaders 2025 Versi Media Asuransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Daftar 52 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Terbaik 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
 

Terbaru

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

CIMB Niaga Kucurkan Sustainability-Linked Loan Rp117 Miliar ke Anak Usaha Ever Shine Tex

SIG Sabet Juara 1 Industrial Cyberdrill Exercise 2025 Gelaran BSSN

CIMB Niaga Edukasi Nasabah Surabaya Lewat Wealth Xpo: Dari Bisnis Next Gen hingga Warisan Kekayaan

Pendapatan Menguat, Belanja Naik: Defisit APBN Rp479,7 Triliun Tetap dalam Jalur Aman

Cari Inovasi Perumahan, BTN Housingpreneur Roadshow di USU Medan

Wärtsilä Dorong Stabilitas Listrik RI dan Kesiapan Pusat Data AI Lewat Teknologi Mesin Fleksibel

Emas Makin Dilirik untuk Dana Pendidikan Anak, Ini Alasan dan Strateginya

STABILITAS CHANNEL

Selanjutnya
BNI Group Siapkan Ragam Pilihan Produk Lengkap Dalam Gelaran Java Jazz Fetival 2023

BNI Group Siapkan Ragam Pilihan Produk Lengkap Dalam Gelaran Java Jazz Fetival 2023

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance