JAKARTA, Stabilitas.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan sektor perbankan Indonesia terus menunjukkan daya tahan kuat di tengah ketidakpastian global maupun dinamika domestik. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa kinerja industri perbankan diproyeksikan tetap stabil sepanjang 2025, meskipun pertumbuhan kredit sedikit melambat seiring siklus ekonomi.
“Resiliensi perbankan nasional masih solid. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit yang terjaga, kualitas aset yang baik, dan permodalan yang kuat,” ujarnya di Jakarta, Minggu (24/8).
Pertumbuhan Kredit dan Likuiditas Terjaga
BERITA TERKAIT
Berdasarkan data OJK, kredit perbankan per Juli 2025 tumbuh 7,03 persen yoy, didorong oleh sektor berbasis ekspor seperti pertambangan dan perkebunan, serta sektor transportasi, industri, dan jasa sosial. Kredit investasi bahkan mencatat pertumbuhan lebih tinggi, yakni 12,42 persen yoy.
Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (NPL gross) tetap rendah di level 2,28 persen, sementara Loan at Risk (LaR) menurun ke 9,68 persen. Kondisi ini menandakan intermediasi perbankan tetap sehat dengan risiko yang terkendali.
Penghimpunan dana masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) juga tumbuh 7 persen yoy, menopang likuiditas perbankan. Rasio likuiditas tercermin dari AL/NCD sebesar 119,43 persen dan AL/DPK sebesar 27,08 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan 50 persen dan 10 persen.
“OJK menilai posisi likuiditas perbankan memadai untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Permodalan juga solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) mencapai 25,81 persen, yang memberi ruang besar untuk menyerap risiko ke depan,” kata Dian.
Tren Penurunan Suku Bunga
Sejalan dengan keputusan Bank Indonesia memangkas BI Rate menjadi 5 persen pada Agustus 2025, suku bunga kredit perbankan juga menunjukkan tren menurun. Pada Juli 2025, rata-rata suku bunga kredit rupiah turun 7 bps yoy, terutama untuk kredit produktif.
OJK menilai masih ada ruang penurunan bunga kredit lebih lanjut, seiring ekspektasi penurunan suku bunga global. Namun, Dian mengingatkan penyesuaian bunga kredit bergantung pada biaya dana (cost of fund/CoF) masing-masing bank.
“Bank harus memperbesar porsi dana murah (CASA) agar ruang penurunan bunga kredit lebih luas. Jangan hanya mengandalkan deposito berjangka yang mahal,” tegasnya.
OJK juga meminta bank menjaga transparansi informasi produk dan tidak terjebak dalam persaingan bunga yang tidak sehat, demi tetap melindungi konsumen.
Optimisme Perbankan di Semester II-2025
Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) pada kuartal III-2025 menunjukkan bank tetap optimistis. Mayoritas bank memperkirakan pertumbuhan DPK dan penyaluran kredit masih akan berlanjut, yang berdampak positif terhadap laba serta permodalan.
Optimisme tersebut turut dipengaruhi oleh penurunan BI Rate pada Mei, Juli, dan Agustus 2025, yang menurunkan biaya kredit sehingga meningkatkan potensi permintaan dari dunia usaha.
“DPK diperkirakan tumbuh seiring strategi bank memperkuat pendanaan, termasuk masuknya dana pemerintah pusat ke bank daerah,” jelas Dian.
Meski target pertumbuhan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) direvisi lebih konservatif akibat dinamika global, OJK meyakini kinerja perbankan 2025 tetap positif. Penyaluran kredit akan tetap ekspansif, khususnya pada sektor produktif yang menopang perekonomian.
Tantangan Global dan Prospek Ekonomi Domestik
OJK menyoroti semester I-2025 yang diwarnai ketidakpastian global akibat perang dagang, ketegangan geopolitik, dan tarif impor AS. Namun, tensi mulai mereda pada paruh kedua tahun ini setelah tercapai kesepakatan penurunan tarif impor, termasuk ke 19 persen untuk Indonesia, serta membaiknya situasi geopolitik.
Perbaikan tersebut mendorong IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3 persen pada 2025 dan 3,1 persen pada 2026, dari sebelumnya 2,8 persen dan 3 persen. Dampaknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga naik menjadi 4,8 persen.
Pada kuartal II-2025, PDB Indonesia tumbuh 5,12 persen yoy, lebih tinggi dari perkiraan 4,8 persen. Sektor manufaktur memang masih kontraksi dengan PMI di level 49,20, namun membaik dibanding bulan sebelumnya (46,90). Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen berada di level 118,1, neraca perdagangan mencatat surplus, dan cadangan devisa tetap tinggi.
Pilar Pemulihan Ekonomi Nasional
OJK menegaskan sektor perbankan akan tetap menjadi pilar penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan resiliensi yang terjaga, tata kelola yang baik, serta strategi pendanaan yang adaptif, perbankan diproyeksikan mampu memperkuat pemulihan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.
“OJK bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus memantau potensi risiko dan memastikan perbankan berkontribusi optimal terhadap perekonomian,” pungkas Dian.***





.jpg)









