• Redaksi
  • Iklan
  • Majalah Digital
  • Kontak Kami
Selasa, Juni 17, 2025
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
 
 
 
 
 
Home Perbankan

Aturan Sensitif yang Belum Terbit

oleh Sandy Romualdus
22 Desember 2011 - 00:00
4
Dilihat
Aturan Sensitif yang Belum Terbit
0
Bagikan
4
Dilihat

Pembatasan atau pengaturan remunerasi kepada bankir sebenarnya bisa mengurangi risiko keputusan yang terlalu berani dari bankir. Meski begitu pembatasan itu harus dirumuskan masak-masak agar tidak mengurangi kinerja bankir itu.

Oleh : Ainur Rahman

Bermula dari krisis di Amerika Serikat 2008 lalu yang dipercik oleh sektor industri keuangan negara adidaya itu rontok seketika dan membawanya ke jurang krisis panjang hingga tahun ini. Namun –seperti yang sempat mendapatkan protes keras dari masyarakat AS– hal itu malah membuat pendapatan para pegawai yang bekerja di lembaga keuangan meningkat.

BERITA TERKAIT

Jangkau 67 Ribu Desa, AgenBRILink Terus Perkuat Inklusi Keuangan di Indonesia

Student Integrity Campaign, Cara OJK Ajak Mahasiswa Paham Keuangan Berintegritas

Survei Konsumen Mei 2025: Keyakinan Konsumen Terjaga

Utang Luar Negeri Indonesia April 2025 Tumbuh 8,2 Persen Jadi US$ 431,5 Miliar

Seperti dikutip dari Majalah The Economist, bankir dan pegawai di industri sekuritas lainnya yang masih bekerja mendapatkan 20,3 miliar dollar AS pada 2009 (jika dirupiahkan dengan kurs Rp9.000 jumlahnya mencapai Rp182,7 triliun). Jumlah itu lebih besar 17 persen dari yang diberikan pada 2008.

Inilah yang kemudian memicu protes dari pembayar pajak di AS. Pasalnya lembaga-lembaga keuangan termasuk perbankan telah mendapatkan suntikan (bail-out) dana dari pemerintah dengan dalih untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan.

Tak pelak, setelah demonstrasi besarbesaran mencuat, Presiden Barack Obama mengeluarkan kebijakan pembatasan bonus dan gaji bankir terutama pada institusi yang mendapatkan uang negara. Mereka tidak boleh menerima pendapatan lebih dari 500 ribu dollar AS per tahun, atau sekitar Rp4,2 miliar. Kebijakan itu pun menyebar ke negara-negara lain terutama di kawasan Eropa.

Suara pembatasan atau pengaturan kembali salary dan bonus eksekutif bank digaungkan kembali dalam pertemuan negara-negara G20 di London pada September 2009. Indonesia yang juga menjadi anggota G20 tentu mau tidak mau juga punya kewajiban untuk mengaplikasikan ketentuan itu.

Meski tak lantang, otoritas perbankan nasional sejak awal tahun ini sebenarnya sudah meminta agar bank mulai memperhatikan pemberian gaji kepada para eksekutifnya. Berbalut desakan agar bank meningkatkan efisiensi bisnis, secara tak langsung Bank Indonesia sudah melempar ide untuk membatas gaji bankir ke publik.

Adalah Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Wimboh Santoso, yang melontarkan gagasan untuk membatasi gaji bankir pada Januari lalu. Menurut dia, tingginya remunerasi bankir menjadi salah satu unsur inefisiensi perbankan yang akhirnya membuat bunga kredit tinggi sehingga industri nasional sulit bersaing dengan negara lain.

Berdasarkan rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasinal (BOPO), perbankan Indonesia mencatatkan angka 88,6 persen. Rasio ini yang paling tinggi di kawasan ASEAN, karena Malaysia angkanya hanya 40 persen. Itu artinya, bank di Malaysia hanya mengeluarkan biaya sebesar 0,4 ringgit untuk meraup pendapatan operasional sebesar 1 ringgit. “Itu berarti bank-bank di Malaysia sangat efisien,” kata Wimboh.

Besarnya rasio itu, salah satunya disebabkan oleh faktor biaya gaji yang tinggi. Remunerasi bankir memang dikenal tinggi hingga banyak pencari kerja serta lulusan perguruan tinggi yang selalu menempatkan perbankan dalam target profesi incarannya. Selain tinggi, gaji perbankan juga selalu meningkat.

Lilis Halim, Managing Consultan Towers Watson, mengatakan bahwa pada 2011 kenaikan gaji di Indonesaia rata-rata mencapai 10,3 persen, sementara untuk sektor perbankan angkanya lebih tinggi, mencapai 11,2 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kenaikan gaji pada 2010 yang rata-rata mencapai 9,4 persen untuk semua industri dan sebesar 10,1 persen untuk sektor perbankan.

MENDAPATKAN TENTANGAN

Namun demikian ide tersebut jelas tidak akan mendapatkan dukungan dari eksekutif yang menjadi objek pembatasan remunerasi. Direktur Bank Negara Indonesia, Krishna R Soeparto, mengatakan bahwa, urusan gaji sangat bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga aturan itu tak tepat diterapkan di Indonesia. “Bank itu, baik ukuran, aset, dan kegiatan usahanya berbeda, sehingga saya kira sulit diterapkan,” kata Krishna.

Beberapa bankir lain memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda meski dengan alasan yang lebih beragam. Namun demikian tampaknya aturan soal pengaturan gaji itu hanya tinggal menunggu waktu. Pasalnya kebijakan itu, bagi bank sentral akan berdampak mengurangi risiko krisis dalam jangka panjang.

Menurut ekonom Indef, Enny Sri Hartati, pembatasan kompensasi kepada bankir bisa dikaitkan dengan pemberian kredit. Jika ternyata kreditnya itu terkait sektor yang berisiko maka pemberian bonus tidak boleh diberikan dulu kepada bankir sampai terbukti bahwa kredit itu tidak macet. “Untuk kredit high risk, bonus tidak langsung diberikan 100 persen. Harus ada yang disandera sampai keputusannya itu terbukti aman. Jika terbukti keputusannya tidak memunculkan risiko, baru sepenuhnya diberikan kepada bankir,” jelas Enny.

Berdasarkan dokumen Financial Stability Board (FSB), praktik pemberian kompensasi tinggi kepada bankir adalah salah satu faktor penyebab meletupnya krisis keuangan pada 2008. Tingginya bayaran memicu adrenalin bankir untuk lebih berani lagi mengambil risiko dalam keputusan-keputusan bisnisnya. Bahkan keputusan itu tak jarang mengancam sistem keuangan.

FSB adalah sebuah badan internasional yang memonitor dan membuat rekomendasi sistem keuangan global yang dibentuk setelah KTT G20 di London. Anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat bank sentral dan lembaga keuangan dunia dalam G20.

Meski begitu, jika aturan tersebut betul-betul diratifikasi harus ada penyesuaian-penyesuaian sesuai kondisi perbankan dan bankir di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar pengaturan tersebut tidak mengurangi kinerja bankir itu. Demikian disampaikan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Sisdjiatmo.

Menurut dia, jalan terbaik yang bisa dilakukan dengan membuat koridor pengaturannya yang lebar dan pengaturan pun harus berdasarkan segmentasi. “Sah-sah saja diatur tapi pengaturannya harus dibuat lebar koridornya,” kata Sisdjiatmo.

Sistem remunerasi lanjut dia, ujung-ujungnya adalah salary grade yaitu berdasarkan kepangkatan dan penyesuaian skala gaji. “Misalnya, dimulainya dari berapa nilai gajinya, titik tengahnya berapa, dan maksimum berapa,” lanjut Sisdjiatmo.

“Jika memang harus berdasarkan BOPO, maka rasionya BOPO itu juga harus perlebar dan dibuat fleksibel. Sebab remunerasi itu terkait dengan balas jasa atas kinerja.”

Pendapat lain yang mengemuka adalah bahwa pengaturan itu seharusnya tidak berlaku bagi direksi dan komisaris bank. Artinya gaji ataupun remunerasi direksi dan komisaris tidak perlu diatur atau dibatasi lagi karena undang-undang menyebutkan bahwa para direksi dan komisaris diberhentikan oleh pemegang saham.

Sementara itu Krisna Wijaya, praktisi perbankan mengatakan, pengaturan yang akan disusun BI hendaknya tidak sekedar copy and paste dan sekedar ingin mendapatkan pengakuan bahwa Indonesia telah melaksanakan kesepakatan G20. “Harus disadari bahwa situasi dan kondisinya berbeda. Misalnya, remunerasi ala AS dan Eropa yang menghebohkan tersebut,” kata Krisna.

Yang perlu diatur lanjut Komisaris Bank Mandiri itu adalah remunerasi yang bersifat jangka panjang, seperti berkaitan dengan fasilitas opsi saham, pinjaman jangka panjang, serta fasilitas dan tunjangan purnajabatan.

Pengaturan remunerasi lain, seperti bonus dan tentiem, tidak diberlakukan besarannya, tapi lebih pada proses eksekusinya. “Ini pun sebenarnya berlebihan karena dalam sejarah perbankan nasional belum terbukti bahwa hanya karena bonus dan tentiem banknya menjadi bangkrut,” tambah Krisna. SP

 
 
 
Sebelumnya

Melenyapkan Fraud dari Perbankan

Selanjutnya

Bank Mandiri Kucurkan Kredit Pupuk Rp 9,2 T

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

Jangkau 67 Ribu Desa, AgenBRILink Terus Perkuat Inklusi Keuangan di Indonesia

Jangkau 67 Ribu Desa, AgenBRILink Terus Perkuat Inklusi Keuangan di Indonesia

oleh Stella Gracia
17 Juni 2025 - 04:46

JAKARTA, Stabilitas.id – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI terus menguatkan komitmennya melalui sejumlah strategi untuk memperluas inklusi...

Bank DBS dan UOB Kucurkan Rp6,7 Triliun untuk Proyek Kampus Pusat Data di Batam

Bank DBS Indonesia Raih Penghargaan dari The Asset Triple A Treasurise Awards & Triple A Sustainable Investing Awards

oleh Stella Gracia
16 Juni 2025 - 21:30

JAKARTA, Stabilitas.id – Bank DBS Indonesia kembali meraih penghargaan bergengsi dari ajang Triple A Treasurise Awards dan Triple A Sustainable...

Sinergi BNI dan RANS Simba Bogor Cetak Generasi Muda Aktif dan Melek Finansial

Sinergi BNI dan RANS Simba Bogor Cetak Generasi Muda Aktif dan Melek Finansial

oleh Stella Gracia
16 Juni 2025 - 19:49

JAKARTA, Stabilitas.id - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung kemajuan dunia olahraga dan...

Wajah Baru! Livin’ by Mandiri Akselerasi Layanan Perbankan Digital yang Lengkap dan Dinamis

Wajah Baru! Livin’ by Mandiri Akselerasi Layanan Perbankan Digital yang Lengkap dan Dinamis

oleh Stella Gracia
16 Juni 2025 - 11:24

JAKARTA, Stabilitas.id – Terus mengakselerasi inovasi layanan finansial berbasis teknologi yang relevan dengan kebutuhan nasabah, Bank Mandiri resmi meluncurkan tampilan...

BNI dan Republikorp Jalin Sinergi Dorong Kemandirian Industri Pertahanan Nasional

BNI dan Republikorp Jalin Sinergi Dorong Kemandirian Industri Pertahanan Nasional

oleh Sandy Romualdus
15 Juni 2025 - 19:49

JAKARTA, Stabilitas.id - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus terus memperluas peran strategisnya dalam mendukung sektor-sektor strategis...

Transformasi Diakui Dunia, BTN Raih Global Brand Awards 2025

Transformasi Diakui Dunia, BTN Raih Global Brand Awards 2025

oleh Sandy Romualdus
15 Juni 2025 - 16:55

DUBAI, Stabilitas.id – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) berhasil meraih penghargaan Global Brand Awards 2025 dari Global Brands...

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Dian Siswarini: Jejak Kepemimpinan yang Mengubah Wajah XL Axiata Menuju Era Digital

    Dian Siswarini: Jejak Kepemimpinan yang Mengubah Wajah XL Axiata Menuju Era Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia Financial Watch Soroti Membengkaknya Kerugian Telkom Akibat Investasi di GOTO

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pembayaran Digital Triwulan I 2025 Capai 10,76 Miliar Transaksi, Tumbuh 33,50%

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PertaLife Insurance Umumkan Susunan Pengurus Baru dan Komitmen Strategis ke Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wajah Baru di Pucuk Pimpinan Bank Jatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bank Indonesia Lantik 10 Pemimpin Baru Kantor Pusat dan Perwakilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inilah Format Resmi NPWP Baru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
 

Terbaru

Jangkau 67 Ribu Desa, AgenBRILink Terus Perkuat Inklusi Keuangan di Indonesia

Student Integrity Campaign, Cara OJK Ajak Mahasiswa Paham Keuangan Berintegritas

Survei Konsumen Mei 2025: Keyakinan Konsumen Terjaga

Utang Luar Negeri Indonesia April 2025 Tumbuh 8,2 Persen Jadi US$ 431,5 Miliar

OJK Kolaborasi dengan Media Massa, Perkuat Literasi Keuangan Masyarakat

Bank DBS Indonesia Raih Penghargaan dari The Asset Triple A Treasurise Awards & Triple A Sustainable Investing Awards

Sinergi BNI dan RANS Simba Bogor Cetak Generasi Muda Aktif dan Melek Finansial

Wajah Baru! Livin’ by Mandiri Akselerasi Layanan Perbankan Digital yang Lengkap dan Dinamis

GDPS Luncurkan Beyond Care, Inovasi Teknologi untuk Layanan Outsourcing yang Transparan dan Berkelanjutan

STABILITAS CHANNEL

Selanjutnya
Bank Mandiri Kuasai Pasar Kredit Sindikasi

Bank Mandiri Kucurkan Kredit Pupuk Rp 9,2 T

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance