JAKARTA, Stabilitas—Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia kembali memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
“Keputusan tersebut sejalan dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal perekonomian Indonesia.”kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Perry menambahkan, untuk mendorong permintaan domestik Bank Indonesia memperluas kebijakan yang lebih akomodatif antara lain denganmeningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter, mendorong efisiensi pembayaran ritel melalui perluasan layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia/SKNBI (penambahan waktu dan percepatan setelmen, peningkatan batas nominal transaksi, dan penurunan tarif);mendorong sisi supply transaksi Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), khususnya melalui penyederhanaan ketentuan kewajiban underlying transaksi; mendorong implementasi penyelenggara sarana pelaksanaan transaksi di pasar uang dan pasar valas (market operator); mengembangkan pasar Surat Berharga Komersial (SBK) sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek oleh korporasi, serta mendorong perluasan elektronifikasi bansos non tunai, dana desa, moda transportasi, dan operasi keuangan pemerintah.
“Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga terus dipererat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan, khususnya dalam memperkuat permintaan domestik dan mendorong ekspor, pariwisata dan aliran modal asing.”imbuhnya.
Perry menambahkan, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 diprakirakan tetap kuat ditopang permintaan domestik. Konsumsi tetap tinggi didukung terjaganya daya beli dan keyakinan masyarakat serta berlanjutnya stimulus fiskal, termasuk melalui bantuan sosial dan belanja terkait Pemilu. Investasi sedikit melambat sejalan pola musiman awal tahun dan diprakirakan kembali menguat pada triwulan-triwulan berikutnya didukung keyakinan dunia usaha yang membaik serta proyek infrastruktur yang berlanjut.
“Namun demikian, peran ekspor neto belum kuat sejalan dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan menurunnya harga komoditas. Ke depan, prospek pertumbuhan ekonomi tetap kuat ditopang permintaan domestik sejalan keyakinan pelaku ekonomi yang tetap terjaga.”paparnya.
Dalam konferensi pers di Gedung BI itu Perry juga memaparkan beberapa poin antara lain Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2019 diprakirakan surplus sehingga menopang upaya memperkuat stabilitas eksternal. Prospek NPI ini dipengaruhi prakiraan defisit tansaksi berjalan yang berkurang dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Prospek perbaikan defisit transaksi berjalan didukung peningkatan surplus neraca perdagangan yakni dari 0,33 miliar dolar AS pada Februari 2019 menjadi 0,54 miliar dolar AS pada Maret 2019.
Peningkatan surplus dipengaruhi oleh kenaikan pada neraca perdagangan nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial cukup besar didukung aliran masuk modal asing yang sampai dengan Maret 2019 tercatat 5,5 miliar dolar AS.
Dengan perkembangan ini, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 mencapai 124,5 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, sinergi kebijakan tetap difokuskan pada upaya memperkuat ketahanan eksternal. Langkah untuk memperkuat ekspor, termasuk peningkatan kinerja sektor pariwisata, dan mengendalikan impor akan terus ditempuh sehingga defisit transaksi berjalan 2019 dapat menuju kisaran 2,5 persen PDB. Kebijakan juga diarahkan untuk menarik aliran masuk modal asing untuk membiayai defisit transaksi berjalan.
“Nilai tukar Rupiah menguat ditopang kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Nilai tukar Rupiah pada 23 April 2019 tercatat menguat 1,17 persen secara point to point dibandingkan dengan akhir Maret 2019 dan 0,58 persen secara rerata dibandingkan dengan rerata Maret 2019.”
Perry mengatakan, inflasi pada Maret 2019 tetap rendah dan terkendali. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Maret 2019 tercatat sebesar 0,11 persen (mtm) atau inflasi 2,48 persen (yoy), setelah sesuai pola musimannya pada bulan lalu mengalami deflasi sebesar 0,08 persen (mtm) atau inflasi 2,57 persen (yoy).
Inflasi yang tetap terkendali pada Maret 2019 dipengaruhi inflasi kelompok inti yang melambat dan kelompok volatile food yang kembali mencatat deflasi. Sementara itu, inflasi administered price naik didorong kenaikan tarif angkutan udara. Inflasi yang dalam tren menurun beberapa tahun terakhir, termasuk terkendalinya inflasi kelompok pangan, berdampak positif pada tetap terjaganya daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelompok menengah bawah.
Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil dalam kisaran sasaran inflasi sebesar 3,5±1 persen pada 2019. Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga ditempuh dalam mengendalikan inflasi pada bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1440 H.(Is)