Stabilitas.id – Langit Yogyakarta yang teduh menjadi saksi ketika para pemikir keuangan, regulator, dan akademisi dari berbagai negara berkumpul membahas satu hal besar: masa depan sistem keuangan di tengah badai disrupsi digital. Di podium utama The 3rd OJK International Research Forum 2025, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar membuka forum dengan kalimat reflektif, “Yang paling penting adalah kita melihat dua perubahan besar—disrupsi teknologi dan pergeseran geopolitik—bukan hanya dari sisi ancaman, tapi juga peluang luar biasa yang bisa kita manfaatkan untuk bangsa.”
Ucapan Mahendra merangkum semangat forum dua hari yang berlangsung pada 6–7 Oktober 2025 itu: mencari titik keseimbangan antara inovasi dan pengawasan, antara percepatan dan kehati-hatian. Dalam lanskap keuangan global yang terus berubah, OJK ingin memastikan Indonesia tidak hanya menjadi penonton, tapi juga pemain yang siap bersaing.

BERITA TERKAIT
Digital Resilience: Antara Inovasi dan Risiko
Mahendra menekankan pentingnya konsep digital resilience, ketahanan sistem keuangan dalam menghadapi perubahan yang digerakkan oleh teknologi. Menurutnya, kemajuan digital membawa peluang luar biasa bagi inklusi keuangan dan efisiensi industri, namun juga membuka ruang risiko baru—dari penyalahgunaan data hingga serangan siber.
“Kata kunci digital resilience menjadi sangat penting, menyeimbangkan antara peluang yang luar biasa dengan kemampuan kita untuk memitigasi dan mengendalikannya,” ujarnya.
Dalam konteks itu, OJK memperkuat kebijakan pengawasan dan mendorong penyusunan kode etik baru di industri jasa keuangan, agar transformasi digital tetap berada di jalur yang aman dan beretika.
AI dan Transformasi Struktur Tenaga Kerja
Hari kedua forum dibuka oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara. Ia menyoroti gelombang besar kecerdasan buatan (AI) yang mulai mengubah struktur pasar tenaga kerja global. Berdasarkan data World Economic Forum, permintaan terhadap profesi Big Data Specialist, FinTech Engineer, dan AI & Machine Learning Specialist diperkirakan melonjak lebih dari 80% dalam lima tahun ke depan.
“Perubahan ini membuka peluang besar bagi tenaga kerja untuk beralih ke sektor digital, asalkan didukung strategi reskilling dan upskilling yang tepat,” ujar Mirza.

Menurutnya, Indonesia perlu membangun ekosistem talenta digital yang adaptif agar transisi menuju ekonomi digital berlangsung adil dan kompetitif.
Di saat bersamaan, OJK tengah merumuskan kebijakan tata kelola AI di sektor perbankan sebagai langkah antisipatif. Tak hanya mengatur industri, transformasi digital juga sudah diterapkan di internal OJK melalui OSIDA (OJK SupTech Integrated Data Analytics), sebuah platform analitik terpadu berbasis data yang memperkuat fungsi pengawasan.
Riset sebagai Pondasi Kebijakan
Forum riset internasional ini juga menjadi ajang pembuktian bahwa kebijakan yang tangguh harus berakar pada penelitian yang kuat. Dalam sesi penutupan, Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Modal Ventura OJK, menegaskan bahwa riset bukan pelengkap, melainkan fondasi dari kebijakan publik.
“Kami memandang semua ini kita lakukan demi kebaikan negeri ini. Riset adalah basis untuk membuat kebijakan, termasuk di OJK. Dengan itu, kita yakin Indonesia Emas 2045 bisa kita capai,” tutur Agusman.
Forum ini diikuti lebih dari 350 peserta luring dan 2.000 peserta daring, menghadirkan pakar dari dalam dan luar negeri. Selain diskusi tematik seputar AI dan stabilitas keuangan, ajang ini juga menampilkan finalis Karya Tulis Ilmiah Karisma 2025, kompetisi yang diikuti hampir 300 karya riset.
Juara pertama diraih oleh Eunizoe Lael Octauno dan Cakasana Hanun Atmaka lewat karya berjudul “Ripples from the White House – Unmasking Global Stock Shocks and Indonesia’s Fragile Exposure.” Sementara juara kedua, karya bertema Green Finance dan AI dari Salwa Rizqina cs, menyoroti potensi integrasi data satelit untuk kebijakan hijau. Ketiga, tim Erin Glory Pavayosa menelaah efek suku bunga terhadap transmisi kredit.
Delapan karya terbaik akan diterbitkan di International Journal of Financial Systems (IJFS) yang dikelola OJK—sebuah langkah kecil menuju tradisi kebijakan berbasis riset yang lebih kuat.
Menatap Indonesia Emas 2045
Dari balik ruang konferensi di Yogyakarta itu, semangat riset dan kolaborasi terasa kian nyata. Forum ini bukan sekadar pertemuan tahunan, tapi bagian dari perjalanan panjang membangun ketahanan sistem keuangan di era kecerdasan buatan dan ketidakpastian global.
Seperti diungkap Mahendra, keseimbangan antara inovasi dan etika adalah kunci. Di tangan para regulator, akademisi, dan inovator muda yang lahir dari forum semacam ini, masa depan sektor keuangan Indonesia sedang dirajut—pelan, tapi pasti. ***





.jpg)










