Ancaman virus (malware) akan memasuki level baru yang semakin rumit pada tahun ini, terutama pada Android. Karena sifatnya yang “terbuka”, sistem operasi ini tampaknya akan mengalami eskalasi serangan malware tersebut.
Oleh : Romualdus San Udika
Virus telah menjadi bayangan kemajuan teknologi informasi. Begitu teknologi baru muncul maka virus baru pun muncul. Bahkan kerapkali kehadirannya lebih cepat dari teknologi itu sendiri.
Belakangan teknologi Android tengah mewabah dikalangan para penikmat teknologi. Aplikasinya yang gratis membuat penyebaran teknologi ini menjadi sangat cepat. Belum lagi gadget-gadget keluaran Apple yang juga tak kalah menjamurnya.
Menurut Distimo, perusahaan riset aplikasi kelas dunia merilis bahwa toko aplikasi Android Market kini memiliki sekitar 400 ribu aplikasi, baik yang gratis maupun berbayar. Sementara Google sendiri baru-baru ini melaporkan aplikasi di Android Market total telah diunduh sebanyak 10 miliar kali. Sedangkan aktivasi perangkat Android telah mencapai 500 ribu per hari.
Memang, dibandingkan saingan terdekatnya, Apple App Store, Android masih kalah. Menurut data Distimo, saat ini sudah 500 ribu aplikasi menghuni Apple App Store. Tak heran jika dari sisi pendapatan pun Apple lebih unggul dengan membukukan pendapatan empat kali lipat lebih banyak ketimbang yang didapatkan Android.
Namun dengan kecenderungan bahwa virus di ranah teknologi mobile lebih mudah menjangkiti aplikasi yang bisa diunduh cuma-cuma, maka tentulah aplikasi keluaran Android lebih berpeluang terkena virus.
Berdasarkan data dari Distimo sebesar 68 persen aplikasi di dunia maya diunduh secara gratis, sisanya dilakukan dengan biaya tertentu. Menurut data yang dirilis sebuah vendor keamanan yang berbasis di AS, Lookout Mobile Security, di 2011 lalu, lebih dari 1 juta data telah dicuri dari pengguna smartphone berplatform Android.
Meskipun demikian proses berkembang biaknya virus atau biasa disebut malware tak hanya menjadi ancaman operational system (OS) sekelas Android dan Apple saja, tetapi juga mengancam Symbian, BlackBerry, dan Windows Mobile.
Sementara itu, pertumbuhan malware, menurut Lookout Mobile Security yang pada awal 2011 hanya 1 persen meningkat menjadi 4 persen di akhir tahun. Maka dari itu Lookout memperkirakan ancaman virus diperkirakan bakal terus meningkat sepanjang tahun ini.
Kevin Mahaffey, pendiri dan CTO (Chief Technology Officer) Lookout dalam sebuah pernyataan resmi menegaskan bahwa malware memiliki kecanggihan yang lebih besar dan dikerahkan dengan menggunakan metode distribusi yang lebih inovatif dan efisien.
Peran Smartphone
Di sisi lain, Eset, sebuah perusahaan keamanan ternama, memperkirakan apa yang akan terjadi di 2012 tidak akan terlepas dari rangkaian kejadian dan kecenderungan yang berlangsung di 2011. Secara umum, eskalasinya penyebaran malware tahun ini juga dipicu dari faktor pengguna gadget yang akan memberikan kontribusi terhadap penyebaran ancaman (threats).
Pertumbuhan tingkat penggunaan perangkat bergerak (mobile) khususnya perangkat komunikasi cerdas atau smartphone yang semakin signifikan akan makin membuka peluang terjadinya penyebaran virus. Dan ancaman itu tidak hanya terbatas bagi malicious code (kode berbahaya).
Menurut data yang dimiliki Eset, selama 2011, pasar Indonesia mampu menyerap 107,740 juta unit smartphone dari berbagai OS. Posisi teratas adalah Android OS yang mencapai 46,775 juta unit atau 43,4 persen, disusul Symbian dengan 23,853 juta (22,1 persen) dan iOS dengan 19,628 juta unit (18,2 persen).
Dari angka tersebut, terlihat bahwa penyebaran OS Android di Indonesia berkembang pesat. Namun pada saat yang sama perangkat Android juga menjadi sasaran empuk bagi para peretas (hacker) yang memburu data dan informasi.
Peringatan tersebut bukan isapan jempol belaka. Sebabnya, dalam catatan Eset, perjalanan dan perkembangan varian malware yang menyerang Android selama 16 bulan terakhir, akan berlanjut tahun ini. Adapun timeline tersebut dimulai pada Agustus 2010 ketika awal kemunculan malware yang berhasil dideteksi oleh Eset ThreatSense dan diidentifikasi sebagai fake player (pemain palsu).
Masih menurut Eset, FakePlayer adalah Trojan yaitu virus pertama yang menyerang Android dan serangannya terus berlanjut hingga memasuki Oktober 2011. “Sekira 65 persen dari seluruh threat tersebut terkonsentrasi di lima bulan terakhir. Sehingga kita bisa gunakan kondisi tersebut sebagai peringatan bagi kita untuk lebih berhati-hati di tahun 2012,” ungkap Yudhi Kukuh, Technical Consultant PT Prosperita – Eset Indonesia baru-baru ini.
Dari temuan tersebut, Eset mencoba mengungkap beberapa indikasi, antara lain threat yang akan ter-download di Android Market akan mengalami peningkatan sebesar 30 persen. Dari proporsi tersebut 37 persen di antaranya adalah SMS Trojan, dan 60 persen malicious code yang beredar memiliki sifat botnet, operasionalnya dilakukan dengan perangkat remote.
Yang lebih ekstrim lagi, pantauan Juniper Networks Global Threat Center dan Nielsen, sejak Juli hingga November 2011 pertumbuhan malware yang menyerang Android sudah menyentuh angka 472 persen. Sementara, jenis malware yang menyerang diantaranya seputar pencurian data, penipuan layanan premium, aplikasi downloader mencurigakan, aplikasi mata-mata serta rooter (mengambil alih kendali ponsel).
Yudhi lebih lanjut mengungkapkan bahwa faktor lain pemicu meluasnya penyebaran malware pada smartphone adalah karena tidak semua smartphone memiliki fitur atau mampu melakukan patches (tambal) dan update (perbarui) otomatis. “Kombinasi kelemahan pada aspek teknis, dan non teknis dalam hal ini perilaku penggunaan, menjadikan komunikasi mobile sebagai sasaran empuk,” tegas Yudhi.
Dan dalam hal ini smartphone Android bisa dibilang adalah yang sering menjadi bulan-bulanan virus dan malware tersebut. Hal itu juga disebabkan belum tumbuhnya kewaspadaan dari para pengguna OS tersebut akan ancaman dari virus.
“Contonya, dalam gadget berbasis Android, hanya dalam selang waktu empat bulan, malware untuk Android telah meningkat empat kali lipat,” ungkap Peter M Beardmore, Senior Director of Product Marketing Kaspersky Lab.
Peter pun menjelaskan, malware bisa saja bersembunyi di dalam gadget tersebut, sedangkan tren konsumsi peralatan teknologi informasi yang sedang terjadi belakangan telah mendongkrak jumlah pengguna gadget tersebut. Di antaranya, banyak juga yang menggunakan smartphone dan tablet sebagai peranti kerja, termasuk menghubungkan gadget tersebut pada PC atau server perusahaan untuk mengakses data.
Menurut Business Manager Astrindo Stravision selaku distributor resmi Kaspersky, Erwin Yovitanto menilai, tingginya akses data oleh masyarakat memanfaatkan perangkat seluler telah mengubah gaya hidup malware dari personal computer (PC) ke handset mobile. Maka dari itu, perusahaan perlu memperluas kebijakan keamanan IT mereka, sehingga dapat menjangkau seluruh titik, termasuk smartphone dan tablet.
Oleh karena itu tidak ada kata lain selain memperkuat keamanan (security) mengingat keberadaan malware dikhawatirkan tidak hanya merusak perangkat seluler tetapi juga mencuri data pribadi pengguna. Di Indonesia, sebagaimana diakui Erwin, pengguna belum memiliki data lengkap soal serangan malware. Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan tingkat penetrasi seluler cukup tinggi. Jadi tetaplah waspada. SP