Jakarta, Stabilitas—Pertumbuhan ekonomi di tahun 2017 diperkirakan mencapai 5,1 sampai 5,3 persen, namun masuknya resiko global yang datang dari Amerika Serikat dan Tiongkok perlu di diwaspadai, terutama Tiongkok yang sangat concern pada perekonomian, karena dalam waktu yang lama menjadi pelopor ekonomi global.
Pakar Ekonomi Syariah, Syafi’i Antonio dalam diskusi Outlook Ekonomi Syariah 2017 mengatakan walaupun kenaikan diperkirakan mencapai 5,1 sampai 5,3 persen, banyak hal yang perlu diwaspadai. “Kita tahu bahwa secara global, growth antara 5,1 sampai 5,3 persen, namun permasalahannya tumbuh tapi tumbuhnya tanpa pemerataan yang baik. Ini menjadi sangat berbahaya demandnya tumbuh, kemiskinan banyak, pengangguran banyak secara keseluruhan,”kata Antonio, di Jakarta, Kamis (22/12).
Selain itu, komposisi penguasaan aset juga perlu diantisipasi mengingat lebih dari 50 persen dikuasai oleh konglomerasi. Jika dibiarkan hal tersebut berdampak pada pemerataan yang sulit dikendalikan, padahal jika populasi muslim Jakarta yang banyak dapat mengambil alih penguasaan aset, diperkirakan akan berdampak pada pemerataan yang baik khususnya di Jakarta yang merupakan pusat pengendalian ekonomi.
“saya rasa ini yang harus dilihat secara serius kalau tidak ini bisa jadi suatu bahaya laten ada beberapa kajian itu mengatakan kalau muslim Jakarta itu jumlahnya sekitar 83 sampai 87 persen, yang saudara-saudara kita yang non muslim itu sekitar 13 itu population composisition. Yang kristiani sekitar 9 persen yang hindu, budha, konghucu itu sisanya, nah tapi penguasaan aset dari saudara-saudara kita ini justru sangat berbahaya, jadi 58 persen itu dikuasai oleh konglomerasi, 24 persen itu oleh BUMN-BUMN, sekitar 10 persen itu koperasi formal dan sekitar 8 persen oleh sekitar 50 jutaan usaha mikro. Jadi kita lihat betapa ketimpangan disini. Nah saudara kita yang muslim itu cuma menguasai yang 8,”kata Syafii.
Syafii mengatakan komposisi berdasar agama bukan suatu hal yang rasis, karena mengingat jumlah populasi dominan yang rentan terhadap keamanan dan keadilan. “yang paling banyak terjadi di negara lain dalah riots , jika dikaitkan dengan peristiwa 212 sebetulnya ada ketidakadilan sharing of economy, hal semacam ini kalau tidak diantisipasi bisa menjadi semacam snowball,”ungkap Syafii.
Salah satu alasan mengapa pengusaan aset di Jakarta perlu dikendalikan salahsatunya adalah 60 persen perputaran uang terjadi diJakarta, tak hanya itu kegiatan pasar modal, kegiatan kementerian, BUMN juga berpusat di Jakarta.
“Karena Jakarta mengontrol konglomerasi, siapapun yang memimpin Jakarta memiliki direct, saya khawatir kalau dilempar begitu saja sama dengan melawan merci dengan bajaj,”lanjut Syafii.
Adanya pengelolaan ekonomi secara Islam (Syariah) di Jakarta menjadi hal yang yang sangat diperlukan, sebab adanya Islamic distribution mengupayakan seluruh kekayaan tersebar secara merata, hal ini sejalan dengan konsep zakat.
“Maka diperlukan affirmative policy dan equity yang bagus, insya Allah ini bisa sangat baik. Economy of zakat itu salah satu keindahan Islam dalam berekonomi, seluruh aset harus menyebar secara menyeluruh. Jadi siapapun harus bisa memerhatikan keseimbangan proporsional, karena biar bagaimanapun Jakarta memiliki control kebijakan yang besar,”jelas Syafii.