• Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
Kamis, Juni 1, 2023
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • Berita Foto
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Seremonial
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • Berita Foto
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Seremonial
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
 
 
 
 
Home Kolom

Fenomena Flexing : Tantangan dan Solusi bagi Generasi Millenial

oleh Sandy Romualdus
19 Mei 2022 - 12:09
761
Dilihat
Fenomena Flexing : Tantangan dan Solusi bagi Generasi Millenial
0
Bagikan
761
Dilihat

Oleh : Aulianita Nurwidya, Reserch and Produk Development Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)

Di era serba digital saat ini, hampir semua orang menggunakan sosial media. Anak-anak hingga orang dewasa tak luput memanfaatkannya sebagai ruang ekspresi diri. Namun tidak jarang tindakan itu menadi pisau bermata dua

Belakangan ini ramai beredar di sosial media tentang influencer atau orang yang memiliki banyak followers kerap membagikan konten-konten yang memamerkan kekayaan mereka. Berada di sebuah jet pribadi, dikelilingi gepokan uang, menunjukkan saldo ATM, mengenakan outfit dengan harga selangit dan lain sebagainya

Perilaku menampilkan kehidupan mewah demi mendapatkan penilaian dari masyarakat dikenal dengan istilah “flexing”. Secara harfiah, flexing didefinisikan sebagai perilaku menyombongkan diri dengan memamerkan sesuatu yang berhubungan dengan kekayaan atau kemewahan. Mengutip definisi dari National Youth Council of Singapore, flexing adalah budaya ingin dilihat atau diperhatikan orang lain dengan barang-barang mahal yang menunjukkan bahwa kita mampu untuk membelinya. Sedangkan Cambridge Dictionary menyebutkan bahwa flexing merupakan perilaku yang menunjukkan bahwa kita bangga atau senang dengan apa yang kita miliki dan kita lakukan.

BERITA TERKAIT

Perkuat Ekosistem, Prof. Rhenald Kasali Dorong Bank BPD Berkolaborasi

Tantangan Kian Berat, LPPI Ingatkan BPD Kembangkan ‘Learning Organization’

Sukses Gelar BPD HC Conference 2023, LPPI Siap Berkolaborasi Tingkatkan SDM BPD

Berbagi di Bulan Ramadan, LPPI Serahkan Santunan kepada 271 Anak Yatim dan Dhuafa

Fenomena flexing itu dinilai menjadi masalah. Paling tidak ada dua alasan. Pertama adalah semakin memperlihatkan financial gap yang terjadi dimasyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebenarnya kekayaan itu hanya dimiliki oleh segelintir orang. Ada sebagian masyarakat kita yang masih tidak tahu hari ini mau makan apa, bahkan masih banyak orang yang bingung hari ini bisa makan atau tidak.

Alasan yang kedua adalah gaya hidup yang materialistis, manipulatif dan serba instan yang dijadikan sebagai tontonan. Semakin sering kita melihat sesuatu, maka alam bawah sadar kita juga akan membenarkan itu sebagai sesuatu yang biasa dan pada akhirnya bisa menjadi lifestyle atau gaya hidup kita. Gaya hidup yang di ukur dari materi, secara tidak langsung akan menjadi tontonan dan dapat membentuk karakter seseorang. Menurut American Psychological Association, semakin materialistis seseorang maka akan semakin sulit merasakan emosi positif, sulit untuk berempati, mudah stress dan depresi hingga dapat menyebabkan penurunan kondisi fisik jika tidak mendapatkan life balance yang baik dari lingkungan sekitar.

Memang tidak ada yang salah dari memamerkan kekayaan, namun sisi materialistis yang dipertontonkan apalagi jika manipulatif, akan membuat generasi kita atau generasi penerus kita terbiasa untuk melakukan hal yang sama. Bukan tidak mungkin jika mereka terinspirasi dan menjadikannya target serta tujuan hidupnya. Terlebih saat pandemi, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi, akhirnya ingin meniru jalan sukses para crazy rich yang cenderung instan tanpa mau melihat prosesnya. Padahal yang mahal dari sebuah pencapaian justru prosesnya. Yang mahal dari seorang pendaki adalah cerita pada saat mendaki, apa saja yang mereka lihat, apa saja yang mereka lakukan dan apa tantangan yang harus mereka hadapi saat mendaki. Namun, dengan adanya fenomena flexing ini, generasi muda cenderung semakin mendapatkan pembenaran untuk memperoleh semuanya dengan cara yang instan.

Lalu, bagaimana supaya kita tidak terjebak dengan fenomena flexing? Pertama, adalah berfikir kritis. Dasar dari berfikir kritis adalah skepticism, yaitu sikap mempertanyakan atau mencurigai segala sesuatu karena semua bersifat tidak pasti. Saat kita menerima informasi, maka sebaiknya kita analisa terlebih dulu sebelum merespons dan mengikutinya. Pertanyakan dulu sumbernya dari mana, dapat dipertanggungkawabkan atau tidak. Dengan kita mencoba untuk berpikir kritis, paling tidak apapun keputusan yang kita ambil berdasarkan logika, bukan berdasarkan emosi semata.

Kedua, kerjakan apa yang kita ketahui, bukan sekedar ikut-ikutan. Apalagi terkait finansial, kita perlu mempelajarinya lebih dulu dan harus terus meng-upgrade pengetahuan tentang finansial supaya tidak terjebak flexing-flexing yang semakin marak terjadi belakangan ini.

Ketiga, stop mencari validasi dari orang lain. Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Sidiq Hari Madya menyatakan bahwa salah satu penyebab orang mengikuti flex culture adalah ingin memenuhi imajinasi audiens baik di sosial media maupun di dunia nyata. Hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa flex culture adalah hasil dari pencarian kita yang terlalu tinggi terhadap validasi dari orang lain terhadap kita. Kita hidup bukan untuk memenuhi ekspektasi orang lain dan membuat semua orang senang. Terakhir, hal yang harus kita lakukan tentu saja adalah mem-filter sosial media kita. Kita harus mampu mengendalikan diri dalam menggunakan sosial media yang kita miliki.

Dengan demikian, sebagai generasi muda sudah seharusnya kita tidak terjebak dengan fenomena flexing. Pada hakikatnya generasi mudalah yang akan menjadi penggerak roda kehidupan bangsa. Tidak sepantasnya generasi yang justru menjadi tonggak harapan bangsa terbuai hasrat validasi hedonisme. Menjadi kaya memang tidak salah, namun menunjukkan kepada orang lain secara berlebihan, apalagi sampai memanipulasi keadaan adalah kondisi yang perlu kita cermati dan kritisi. Fokuslah untuk bertumbuh dan menyebarkan energi yang positif untuk lingkungan sekitar.***

Tags: Aulianita NurwidyaFenomena FlexingFlexingGenerasi MillenialKolom LPPILPPI
 
 
 
Sebelumnya

Favorit! Transfer BI-Fast di Bank Mandiri Tembus 35 Juta Transaksi

Selanjutnya

Kinerja Cemerlang Saat Pandemi, Bank DKI Raih Penghargaan TOP BUMD 2022

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Solve : *
17 + 2 =


BACA JUGA

Related Posts

Fenomena Bank Digital: Tren Naik, Harus Diimbangi dengan Literasi Digital

Transformasi Digital vs Literasi Digital

oleh Sandy Romualdus
14 Februari 2023 - 08:10

Oleh Danal Meizantaka Daeanza - Assistant Programmer LPPI Perubahan yang terjadi di dunia selama satu dekade belakangan ini sangat signifikan....

Ekonomi Global akan Hadapi Risiko Fragmentasi

Ekonomi Global akan Hadapi Risiko Fragmentasi

oleh Sandy Romualdus
5 Januari 2023 - 11:35

Salah satu risiko yang harus diwaspadai oleh seluruh pelaku usaha adalah risiko keterpisahan dampak Covid-19 pada pertumbuhan ekonomi. Yang maju...

Editorial 191 : Risiko Laten dan Risiko Baru 2023

Editorial 191 : Risiko Laten dan Risiko Baru 2023

oleh Sandy Romualdus
5 Januari 2023 - 09:59

Sesungguhnya pergantian waktu selalu ada pelajaran. Dari siang ke malam, dari bulan ke bulan lain, dari tahun ke tahun berikutnya....

EDITORIAL : Ancaman Setelah Ancaman

EDITORIAL : Ancaman Setelah Ancaman

oleh Sandy Romualdus
24 November 2022 - 14:56

Keanggotaan Indonesia dalam kelompok 20 negara-negara yang ekonominya dinilai berpengaruh di dunia mencapai puncaknya tahun ini tatkala Indonesia ditunjuk menjadi...

Mengelola Kata Sandi

Email Phising, Berbahayakah? Yuk Kenali ciri-cirinya

oleh Sandy Romualdus
18 November 2022 - 15:12

Oleh : Mario Arvianto, Junior Network Infrastructure Engineer LPPI “Seringkali karena rutinitas pekerjaan dan kegiatan operasional yang dirasakan aman akan...

Editorial : Perlindungan Data dan Kompetensi Pemerintah

Editorial : Perlindungan Data dan Kompetensi Pemerintah

oleh Stella Gracia
3 Oktober 2022 - 12:47

Apa yang kita alami sekarang ini, ketika penjahat dunia maya seperti mengobrak-abrik sistem keamanan data, sejatinya sudah diperingatkan oleh banyak...

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Editorial: Digelitik Risiko Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Flexing : Tantangan dan Solusi bagi Generasi Millenial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indosat Mobile Rilis Paket Hebat Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mencegah dan Menanggulangi Kejahatan Perbankan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Bank Digital: Tren Naik, Harus Diimbangi dengan Literasi Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Editorial: Risk Appetite Statements

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Terbaru

Hartadinata Abadi Kuasai Pangsa Pasar Perhiasan Emas di 2022

BNI Java Jazz Festival 2023 Kembali Hadir, Rasakan Pengalaman Digital Tak Terlupakan

Beruntung! 50 Nasabah BRI Dapatkan Kesempatan Intimate Dinner Dengan Legenda Sepak Bola Dunia

Roberto Carlos Cs Jadi Pelatih di Fourfeo BRIMO Future Garuda, Erick Thohir: Semoga Memberi Pengalaman Berharga

Dorong Pertumbuhan Ekonomi BTN Siap Gelar Akad Massal 10.000 Unit KPR Dalam Satu Hari

Bank Muamalat Permudah Transaksi Jemaah di Tanah Suci

Bank BTN Berkomitmen Selesaikan Sertifikat Bermasalah

Kembangkan Budaya Kerja yang Positif, BCA Dukung Karyawan Memiliki Work Life Balance

Lewat BRImo Future Garuda, BRI Dorong Talenta Muda Timba Ilmu Dari 4 Legenda Sepak Bola Dunia

STABILITAS CHANNEL

TWITTER STABILITAS

 
 
Selanjutnya
Kinerja Cemerlang Saat Pandemi, Bank DKI Raih Penghargaan TOP BUMD 2022

Kinerja Cemerlang Saat Pandemi, Bank DKI Raih Penghargaan TOP BUMD 2022

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • Berita Foto
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Seremonial
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In