Meski harus melewati siklus bisnis layaknya perusahaan lain, namun bank tetap bergantung pada kepercayaan dari masyarakat dan nasabah. Karena bank adalah lembaga kepercayaan maka wajar jika mati hidupnya bergantung pada faktor ini. Pengamat bisnis perbankan dari Vibiz Consulting, Alfred Pakasi mengatakan, walaupun bank tersebut sudah lama berdiri namun jika tidak menjaga kepercayaan, niscaya bank tersebut akan tutup.
Apa saja siklus bisnis yang biasanya dan harus dilewati oleh bank?
Siklus bisnis di perbankan secara umum biasanya berkembang dari ukuran yang size kecil menjadi besar. Biasanya siklus awalnya kalau masih kecil segmen pasarnya itu ritel atau UKM. Nanti semakin besar masuk ke komersial bahkan ke korporat. Ketika makin besar akan masuk pada segmen yang lebih khusus lagi misalnya untuk jasa masuk pada private banking atau wealth management. Sebab tidak semua bank itu punya.
Perbankan di Indonesia umumnya seperti supermarket jadi semua ada. Bank-bank yang sudah besar biasanya langsung menyasar pembiaayan mikro atau syariah seperti yang sekarang tren. Dimulai dengan membuka unit syariah kemudian melakukan spin off yang kemudian menjadi bank sendiri.
Dari aspek lain bisa dilihat yang namanya product life cycle. Fase pertama emerging, kedua growth, ketiga maturity dan keempatnya decline. Nah, apakah bank mengalami seperti itu, saya cenderung pendekatan pertama tadi.
Pendekatan kedua ini lebih banyak terjadi pada perusahan-perusahaan umum. Untuk bank, bagi yang bagus mungkin emerging bisa lebih cepat. Bahkan fase maturity bisa panjang, bisa berpuluh-puluh tahun. Karena maturity-nya lama maka makin kuat dan makin dikenal. Apalagi seperti bank bisnisnya adalah business of trust. Jadi, semakin dipercaya semakin punya nama maka fase maturity-nya cukup panjang.
Apa yang membedakan perbankan dengan perusahaan lainnya?
Biasanya karena persaingan. Di perbankan persaingannya cukup ketat. Karena persaingan membuat bank tidak tumbuh menjadi besar. Atau bisa tumbuh besar tapi bank lain tumbuh lebih cepat. Itu yang kadang terjadi.
Faktor lain saya melihat adalah faktor kepercayaan. Kalau bank kehilangan kepercayaan, dalam perjalanannya bank bisa mati. Kita pernah mengalami krisis moneter. Itu terkait dengan risiko reputasi. Orang tidak percaya pada bank sehingga banyak yang kolaps. Di luar negeri krisis subrime morgage tahun 2008-2009, bank tidak dipercaya lagi sehingga goyang dan bisa tutup.
Dalam melewati fase tersebut, ada bank yang cepat dan ada yang lambat. Apa yang membedakan?
Pertama adalah modal. Bisnis bank ini pada dasarnya bisnis yang memerlukan modal besar. Kalau modalnya tidak cukup besar bank tidak bisa ekspansi. Nanti akan terbentur dengan CAR (capital adequacy ratio).
Selanjutnya masalah manajemen. Manajemen itu harus piawai dan mampu melakukan terobosan-terobosan di tengah persaiangan yang ketat. Apa yang harus dilakukan dalam persaingan ketat? Harus ada diferensiasi. Bank ini berbeda dari yang lain, itu yang membuat orang akan datang.
Bagaimana dengan faktor SDM?
Kalau kita bicara kisah sukses suatu perusahaan salah satu faktornya memang SDM. Dalam bank, sumber daya manusia sebagai kapital itu harus ditingkatkan dan dikuatkan. Misalnya soal kredit kalau dari awal sudah salah menganalisis maka ujung-ujungnya kreditnya bermasalah. Tidak piawai membuat produk, nasabah tidak menyukainya sehingga kalah dalam persaingan. Jadi SDM adalah mutlak.
Jadi sebenarnya apa kiat atau kunci bank bisa melewati fase 50 tahun?
Kembali lagi pada prinsip dasar perbankan sebagai business of trust. Sederhananya ketika bank dipercayai maka bank akan bisa bertahan terus. Kalau tidak dipercaya ujung-ujungnya bisa tutup. Sekarang bagaimana menjaga trust dan reputasi? Berdasarkan sebuah riset, ada beberapa indikator agar bank bisa bertahan cukup panjang. Pertama adalah kemampuan manajemen. Kedua bagaimana membangun kekuatan marketing yang cukup efektif. Terobosan-terobosan baru harus dilakukan. Kemudian harus ada inovasi. Inovasi dalam perbankan tidak secepat seperti perusahaan gadget yang harus bergerak cepat, tapi bank tetap harus cukup cepat mengeluarkan produk. Sebab pasar berubah dan berkembang. Selain itu juga cara bank mengelola risiko akan menjadi faktor penting agar bisa bertahan panjang.
Sebenarnya bank itu harus adaptif atau inovatif agar bisa bertahan?
Kedua-duanyalah. Bank harus bisa beradaptasi terhadap perkembangan pasar dan tekonologi yang ada. Letak adaptasinya adalah mengikuti perkembangan pasar atau nasabah. Misalnya perilaku konsumen saat ini menjadikan internet sudah menjadi makan sehari-hari, maka bank harus mengeluarkan produk Internet banking. Namun ketika ada Internet banking, selanjutnya adalah bagaimana terobosannya.
Contoh lainnya banyaknya usaha mikro, maka banyak bank yang menggarap itu. Itu beradaptasi. Banyak lagi yang belum disentuh perbankan. Nanti aka nada inovasi di situ.
Lalu kenapa ada bank “berumur” yang bangkrut?
Setelah Lehman Brothers melewati usia 158 tahun, orang berpikir ia tidak akan tutup. Tapi ternyata tutup juga. Mungkin masih ingat dengan kasus Barings Bank, itu hampir 300 tahun umurnya. Kenapa dengan usia selama itu kok bisa mati juga?
Kita bicara krisis. Industri keuangan itu rentan terhadap yang namanya krisis ekonomi. Untuk kasus itu lebih pada market risk. Waktu kita krismon berapa bank yang tutup. Pernah satu waktu 16 bank ditutup bersamaan. Ada lima bank terbesar juga menjadi korban. BDNI sekarang tidak ada lagi, dulu juga ada yang namanya Bank Asiatic, sekarang tidak ada. Dulu ada Bank Tiara Asia, Bank Pos sekarang tidak ada.
Kenapa bisa tutup? Umumnya karena terkena risiko sistemik pada waktu krisis keuangan. Apa boleh buat, resesi, recovery, booming dan decline, lalu resesi lagi, memang ada. Jika saat ini Indonesia tahan krisis, tidak ada yang tahu jika suatu waktu nanti Indonesia akan kena krisis. Jadi seberapa kuat daya tahan bank menghadapi krisis, inilah pentingnya manajemen untuk mengelola perbankannya supaya tahan terhadap krisis.
Bagaimana dengan BRI yang cukup bertahan lama?
Kembali lagi ini business of trust. Karena dipercaya maka bertahanlah. Dan seperti BRI nasabah base-nya sangat banyak dan besar. Pada dasarnya bisa bertahan karena mendapat trust dari nasabahnya. Bahwa manajemen bisa lebih memoderenkan BRI dari bank desa menjadi bank maju. Jadi kembali pada menajemen untuk bisa mengaturnya. Seperti bank BTN, sekarang juga berkembang tidak hanya di soal perumahan tapi juga sektor lain.
Bagaimana dengan bank daerah?
Bank daerah memang captive market-nya ada daerah. Cukup lama BPD ini terlena dengan captive market-nya itu seperti dana pensiunan, dana-dana di daerah yang ditaruh disitu. Ibaratnya santai-santai aja, dana masuk terus. Kredit pensiunannya jalan terus. Itu yang menyebabkan BPD tidak cepat bertumbuh.
Tetapi sekarang sedang terjadi perubahan. BPD melihat dirinya harus meningkatkan skalanya dari bank daerah mengarah seperti bank nasional. Jadi BPD mulai berpikir untuk lebih berkembang. Misalnya dengan membuat cabang di daerah lain. Itu yang sekarang dilakukan
Apakah listing bisa jadi solusi BPD untuk berkembang?
Bisa saja. IPO (initial public offering) bisa menjadi pilihan ketika sudah berkembang. Kalau saya melihat itu baik juga kalau ada IPO, karena BPD akan lebih terbuka. Namun untuk IPO perlu kesiapan, bahkan untuk IPO penyiapannya bisa lebih dari satu tahun. Memang kalau IPO pasti sukses? Kan belum tentu juga. SP