Tidak banyak orang sadar bahwa belajar sejarah, baik dari sudut peristiwanya maupun dari sisi tokoh-tokoh pelakunya sangatlah penting. Bahkan jika diperas lagi, jarang sekali ada bankir yang meminati sejarah. Sejarah dan bankir memang bukanlah dua buah subyek yang saling berkaitan langsung.
Salah satu sosok yang sadar belajar sejarah adalah Antonius Chandra Satya Napitupulu. Tak hanya menggilai literatur sejarah dan arkeologi, Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) ini juga terinspirasi dari literatur para tokoh sejarah yang dibacanya. Anton mengaku, peristiwa dan para tokoh-tokoh sejarah memberikan banyak pelajaran baginya dalam berbisnis dan memimpin perusahaan, termasuk saat ditawari menakhodai PT Askrindo yang sebelum dirinya masuk kondisinya memprihatinkan.
Bagi Antonius, sejarah tak hanya mengajarkan pengalaman dan kebijakan. Dari sejarah juga kita bisa belajar mengenai kegagalan dan keberhasilan di masa lalu. Mengetahui kegagalan di masa silam berguna agar kita tidak lagi mengulanginya di masa sekarang, dan mempelajari kesuksesan di balik peristiwa sejarah dapat kita gunakan sebagai bahan untuk menyusun rencana di masa depan.
Cerita bermula ketika Antonius ditawari posisi untuk memimpin Askrindo, ketika kondisi perusahaan itu mengalami kerugian selama dua tahun berturut-turut. Pada tahun 2009, rugi sebesar Rp 100 miliar. Setahun kemudian, kerugian semakin membengkak menjadi Rp 200 miliar. Pada awal 2011, masih rugi tapi sudah berkurang. Selain itu, Askrindo juga menghadapi investasi bermasalah senilai sekitar Rp 400 miliar.
Karena berbagai kondisi tersebut, para mitra Askrindo mengambil sikap wait and see. Mereka membekukan transaksi. Meski tidak sampai stop, mereka menurunkan semua volume transaksi dengan Askrindo. Para mitra itu mau melihat dulu kondisi ke depan, mau seperti apa. Hal tersebut tentu berdampak terhadap para karyawan, sehingga mereka sedikit patah semangat.
Ketika Antonius masuk, Agustus 2011, baik pihak Askrindo maupun pemangku kepentingan sudah menyadari bahwa perusahaan ini sakit dan segera menyembuhkan yang sakit ini. “Saya sendiri mempelajari kesehatan perusahaan ini sambil jalan, paralel. Harapan semuanya adalah membuat perusahaan ini positif. Kalaupun baru plus Rp 1 pun, itu sudah bagus. Jadi, pemegang saham tidak menuntut perusahaan ini untung sekian miliar. Yang penting, perusahaan ini sehat dulu,” papar pria yang pernah berkiprah di beberapa perbankan nasional, seperti Bank Niaga, Lippo dan Sinarmas.
Bukan ‘Gaya-Gayaan’
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia jurusan Akuntasi ini berani menerima tantangan tersebut karena pengalaman bekerja di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Fungsi BPPN antara lain melakukan restrukturisasi kredit dan menangani perusahaan-perusahaan yang bermasalah. Kebetulan, waktu itu Askrindo termasuk perusahaan BUMN yang sedang bermasalah.
“Saya masuk ke Askrindo langsung menjabat direktur utama. Saya selalu berpikir, jika kita menangani perusahaan bermasalah, sebaiknya mengambil posisi sebagai kapten atau direktur utama. Kalau hanya mengambil posisi sebagai wakil direktur atau direksi, sementara direktur utamanya tidak berani mengambil langkah-langkah perbaikan, hasilnya akan sama saja.
Jadi, ketika diwawancarai dan ditanya posisi yang saya inginkan, saya jawab posisi direktur utama. Itu bukan gaya-gayaan,” aku pria kelahiran 19 Oktober 1960 ini.
Meskipun demikian Anton tidak bekerja sendiri. Namun dia harus menghadapi banyak penggantian anggota tim terutama di jajaran direksi, yang hampir semua baru. Di jajaran komisaris pun demikian. Bagusnya, banyak dari anggota tim itu yang memiliki pengalaman menangani perusahaan yang bermasalah atau terpuruk.
Ada juga teman-teman dengan latar belakang asuransi sehingga mereka dapat langsung mengetahui apa yang harus diperbaiki. Komisaris pun ada yang memiliki pengalaman di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Jadi, secara pengendalian internal mereka mengetahui apa saja yang harus dilakukan.
“Saya juga jadi lebih mudah dalam berkoordinasi. Bisa dibayangkan kalau di dalam suatu tim itu masih ada satu dua orang yang katakanlah merasa orang lama dan merasa tidak ada masalah sehingga mereka menjadi resisten. Kalau masih dalam tim seperti itu, tentu arah tujuan akan berbeda,” bapak dua anak yang suka traveling ke situs-situs sejarah seluruh dunia ini.
Nah, dengan anggota tim yang baru dan mau bersama-sama memperbaiki Askrindo, membuat pekerjaan Antonius lebih mudah. Beberapa tahun kemudian dia bisa membawa perseroan tumbuh lebih cepat dari ekspektasi pemegang saham. Sepanjang 2015 lalu, Askrindo berhasil meraup laba sekitar Rp1 triliun atau tumbuh 49,25 persen dibanding tahun 2014. Dan tahun 2016 ini perseroan menargetkan perolehan laba bersih senilai Rp1,3 triliun.