BOGOR, Stabilitas – Pepatah boleh bilang, akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Namun, nampaknya pepatah itu tak berlaku di industri asuransi jiwa. Meski beberapa bulan belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan kasus gagal bayar dan utang klaim sebesar Rp16 triliun yang menimpa salah satu perusahaan asuransi jiwa BUMN, toh tak membuat industri asuransi jiwa goyah.
“Jadi tolong, jangan karena satu kejadian dan lain hal terus dibilang asuransi jiwa tidak memenuhi janjinya kepada nasabah. Mungkin itu kejadian pada salah satu anggota kami, tapi tidak merepresentasikan ke 60 perusahaan asuransi jiwa yang merupakan anggota Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI,” pinta Ketua Umum Budi Tampubolon dalam Media Workshop di Sntul, Bogor (28 & 29/2/2020).
Budi memberikan bukti angka-angkanya. Dalam periode sepuluh tahun terakhir (2008-2018) mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan itu salah satunya terlihat dari total premi baru yang mengalami kenaikan sekitar 14,4 persen per tahun menjadi Rp117,8 triliun pada tahun 2018 dan Rp89,93 triliun pada kuartal III tahun 2019.
Dari angka penarikan polis (surrender) dan penarikan sebagian (partial withdrawal), angkanya juga selalu naik. “Dalam sepuluh tahun terakir klaim surrender dan partial withdrawl memang cenderung naik, dan sepanjang 2019 kenaikannya dalam angka yang wajar tidak ada lonjakan yang signifikan,” paparnya.
Data AAJI menyebutkan, klaim penebusan polis mencapai Rp54,48 triliun per kuartal ketiga 2019 atau tumbuh 14,3 persen kalau dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Bahkan, klaim penebusan polis berkontribusi separuh dari total klaim yang dibayarkan industri asuransi, yakni Rp104,30 triliun.
Sedangkan sisanya mengalir untuk pembayaran polis yang kontraknya berakhir Rp17,01 triliun, klaim partial withdrawal Rp12,65 triliun, klaim kesehatan Rp8,18 triliun, klaim meninggal dunia Rp7,20 triliun, dan lainnya Rp4,78 triliun. Sedangkan dari sisi pertumbuhan, klaim lainnya meningkat 54,3 persen atau yang tertinggi dibanding klaim akhir kontrak yang tumbuh 23,6 persen.
“Tidak ada tren peningkatan klaim penebusan polis sejak kasus Jiwasraya. Kalau terjadi dalam surrender besar-besaran, tebus polis, nangis bombai kami,” katanya.
Sementara itu, investasi di industri asuransi juga mengalami pertumbuhan yang positif sekitar 15,6 persen per tahun menjadi Rp461,63 triliun pada tahun 2018 dan Rp481,40 triliun pada kuartal III tahun 2019.
Sepanjang periode tersebut, ada dana masyarakat, bersama dana pemegang saham yang dikelola oleh industri asuransi jiwa senilai hampir Rp550 triliun, dimana sekitar Rp481 triliun diinvestasikan di pasar modal (rekasadana dan saham), deposito, sukuk, dan surat berharga negara (SBN).
Dengan melihat angka-angka tersebut, AAJI mengklaim industri asuransi jiwa mengalami pertumbuhan tiga kali lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia per tahunnya yang berada di kisaran 5 sampai 5,17 persen.
“Jadi boleh dibilang, industri asuransi jiwa mampu berkontribusi positif terhadap ekonomi nasional,” tandas Budi.