JAKARTA, Stabilitas.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan regulasi baru yang akan mengubah ketentuan free float saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ketua Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa aturan tersebut akan mewajibkan minimal 10% saham publik dari total saham beredar, dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar sebagai variabel tambahan.
“Free float akan kami atur minimal 10 persen, tetapi kami juga akan mempertimbangkan kapitalisasi pasar,” ujar Inarno dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, dikutip dari siaran langsung YouTube TVR Parlemen.
Free float merupakan porsi saham yang dimiliki oleh publik, tidak termasuk saham yang dikuasai oleh pemegang saham pengendali, komisaris, direksi, maupun karyawan perusahaan. Saham ini sepenuhnya berada di tangan investor publik dengan kepemilikan kurang dari 5% per individu.
BERITA TERKAIT
OJK menilai bahwa free float yang rendah menyebabkan saham sulit ditransaksikan dan tidak mencerminkan harga pasar yang wajar. Dengan menaikkan ambang batas, OJK berharap dapat mendorong likuiditas dan efisiensi harga saham di pasar modal Indonesia.
Emiten dengan struktur kepemilikan yang terkonsentrasi, seperti perusahaan keluarga atau BUMN, perlu melakukan penyesuaian. OJK akan mengkaji ulang dampak kebijakan ini terhadap emiten kecil agar tetap proporsional dan tidak memberatkan.
Langkah ini juga sejalan dengan praktik global, di mana otoritas pasar modal seperti SEC di AS dan FCA di Inggris telah lama menetapkan ambang batas free float sebagai syarat pencatatan saham di bursa.
Perubahan ini berpotensi memengaruhi komposisi indeks saham unggulan seperti LQ45 dan IDX30, karena free float menjadi salah satu kriteria utama dalam pemilihan konstituen indeks. Emiten yang tidak memenuhi ambang batas baru berisiko dikeluarkan dari indeks, yang dapat berdampak pada minat investor institusi. ***




.jpg)
.jpg)










