PADANG, Stabilitas – Dalam sebulan terakhir ini, Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok hingga 16,37 persen. Bahkan, sampai hari Kamis (12/3/2020) minus 22,07 persen secara tahun berjalan (year to date). Di hari yang sama, IHSG turun 3,94 persen, dari 6.000 sekarang 4.948. Secara year to date dari Januari sudah turun 21 persen. Sedangkan sejak Maret tahun lalu 24 persen.
Tak sampai disitu. Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa menghentikan sementara (trading halt) sebelum perdagangan berakhir setelah IHSG anjlok 5,01 persen ke posisi 4.895,75 poin, pada Kamis (12/3/2020) pukul 15.33 WIB.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan, upaya tersebut dilakukan otoritas bursa untuk meredam gejolak agar penurunan IHSG tidak semakin dalam.
BERITA TERKAIT
“Sekarang indeks turun 5 persen ke 4.895, halt setengah jam pukul 15.33 WIB, secara teknikal sudah dianggap penutupan, tinggal besok pagi (Jumat, 13/3/2020) dibuka. Sudah closing,” jelas Fakhri di acara Pelatihan dan Gathering Wartawan Media Massa Jakarta, di Padang, 12 Maret 2020 dalam acara media gathering di Padang, Sumatera Barat, Kamis (12/3/2020).
Menurut Fakhri, kondisi pasar saham Indonesia tersebut juga dialami pasar bursa dunia lain, termasuk Amerika Serikat. Mengapa? “Setidaknya ada tiga kondisi saat ini yang membuat pasar modal di seluruh dunia menghadapi tekanan cukup berat pasca tahun 2015,” kata Fakhri.
Pertama, akibat epedemi virus korona yang sekarang meluas menjadi pandemi menurut kategori Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Jumlah penderita terus bertambah. Awalnya dari China, kini merambah semua negara. Bahkan di Italia yang belakangan angka penderitanya paling tinggi, sudah melakukan country lockdown, tak boleh ada yang keluar dan masuk Italia. Sekarang, susah mengatakan kapan wabah ini akan berakhir,” katanya.
Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang tidak menerima penumpang atau visitor yang berasal dari Eropa lantaran kekhawatiran virus korona mewabah di AS, menurut Fakhri, juga berimbas pada pasar saham Eropa dan global.
Kedua, akibat perang harga minyak. Harga minyak dunia saat ini sudah turun menyentuh level US$ 30 per barel. Hal ini lantaran ada perang harga minyak antara negara-negara pengekspor minyak (OPEC) ditambah Arab Saudi, melawan Rusia.
“Tadinya OPEC plus Arab Saudi mau mengajak Rusia menekan produksi supaya harga naik. Rusia nggak terima, lifting-nya semaunya mereka. Akhirnya dibalas Saudi Arabia. Sehingga harga minyak sangat tertekan.”
Ketiga, AS menurunkan suku bunga untuk menangkal krisis, tapi tidak berhasil. “Kejadiannya, indeks masih tertekan, Dow Jones kemarin tertekan 5,8 persen. Asia ikut merah,” ujarnya.