Oleh Syarif Fadilah
April, tahun lalu, empat orang perempuan berkumpul di Denver, Amerika Serikat untuk berbagi kisah sukses dalam sebuah diskusi panel bertajuk “Women of Distinction: Risk Managers of the Year Share Their Wisdom.”
Empat orang itu memberikan pencerahan jauh melebih cerita soal gender, mereka adalah Grace Crickette, Lori Gray, Sheila Small, dan Laurie Solomon. Keempatnya adalah perempuan yang telah menerima penghargaan Risk Manager of the Year, sebuah penghargaan bergengsi di bidang manajemen risiko di Negara Paman Sam.
Amerika Serikat dan juga negara-negara Eropa yang dicitrakan sebagai negara yang sangat mendukung kesetaraan gender di semua bidang ternyata juga pernah mengalami fase di mana perempuan ‘disepelekan’ ketika akan menduduki jabatan tertentu, tak terkecuali di ladang manajemen risiko.
“Ketika saya pertama kali menjadi seorang eksekutif, saya harus berhadapan dengan situasi psikolog klinis,” kata Grace Crickette, SVP dan CRO untuk AAA Northern California, Nevada dan Utah. “Seseorang mengatakan kepada saya, ‘Anda memiliki beberapa ciri-ciri yang benar-benar hebat untuk berada dalam bisnis jika Anda seorang laki-laki. Sebagai seorang wanita, Anda mungkin akan berhadapan dengan saat-saat yang cukup sulit.’”
Kondisi itu juga dialami oleh Pamela Rogers, Vice President, Enterprise Risk and Insurance Management di Weight Watchers International, perusahaan publik di bidang kesehatan dan SDM berbasis di New York.
Ketika itu, pada tahun 80-an, sewaktu dia pertama kali memasuki dunia kerja, perempuan yang menduduki jabatan manajerial tingkat senior sangatlah sedikit. “Saat itu siapa yang pernah berpikir soal keseimbangan dalam bekerja?, kata dia yang saat itu memasuki bidang manajemen risiko
di General Motors, perusahaan otomotif terkemuka saat itu pada awal 1980-an.
Akan tetapi kini semuanya berubah. Asosiasi manajemen risiko yang berbasis di Inggris mencatat adanya peningkatan dua kali lipat dari keanggotaan perempuan dalam 10 tahun terakhir. Federasi Asosiasi Manajemen Risiko Eropa (Ferma) memiliki dewan 11 anggota, empat di antaranya adalah perempuan. Sebuah majalah manajemen risiko yang diterbitkan Risk and Insurance Management Society, telah melihat perubahan signifikan dalam kepemimpian gender. Di dalam majalah itu kini memiliki tujuh perempuan dari 16 orang yang ada di dewan redaksi. Dalam hal keanggotaan, sementara rims tidak meminta disebutkan soal gender sebagai bagian dari proses aplikasi, 2.913 dari 7.738 anggotanya (37,6 persen) mengindikasikan berjenis kelamin perempuan.
Kepemimpinan perempuan diakui dapat menjaga keseimbangan antara mengejar profit dan menjaga perusahaan dari risiko bisnis. Dalam soal, profitabilitas, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita adalah orang yang mampu membuat perbedaan secara bottom-line. Universitas Pepperdine mempelajari 500 perusahaan yang dipublikasikan Majalah Fortune dan menemukan bahwa perusahaan yang mempromosikan perempuan lebih sering membuat keuntungan 18-69 persen lebih tinggi dari perusahaan rata-rata di industri sejenis.
Perempuan juga dinilai sebagai ‘pengubah permainan’ dalam organisasi. Sebuah laporan dari Catalyst pada 2009 menunjukkan bahwa perusahaan Fortune 500 yang memiliki tiga atau lebih perempuan dalam peran manajemen senior peringkat lebih tinggi dalam keunggulan organisasi dari perusahaan pesaing mereka. Sejauh berjalannya kinerja, perusahaan-perusahaan itu juga melampaui persaingan dengan 40 persen atau lebih.
Ada banyak alasan mengapa perempuan membawa kekuatan untuk bisnis dan manajemen risiko. “Perempuan secara alami inovatif, pemikir strategis,” kata Julie Pemberton. “Kami memiliki kemampuan alami untuk rencana skenario dan mencari solusi kreatif. Itu kunci sukses dalam manajemen risiko.”
Seperti dikutip dari RMMagazine.com, Pemberton, Direktur Manajemen Risiko Perusahaan dan Asuransi Coinstar yang berlokasi di Bellevue, Washington, berpikir bahwa bagian dari kesuksesan ini bisa terus terjadi. Dia merujuk pada generasi terakhir dari perempuan-perempuan terdahulu yang mulai memasuki dunia kerja dan naik ke posisi manajemen.
Meskipun mereka masih langka di dunia bisnis yang didominasi oleh laki-laki, mereka yang berhasil mencapai puncak mengajar anak-anak mereka –dengan contoh–bahwa peluang kepemimpinan terbuka untuk perempuan di perusahaan Amerika. “Akibatnya, anak perempuan dengan ambisi tersebut dibesarkan dengan kepercayaan diri untuk mengejar kesempatan yang sama dan mempromosikan bakat mereka sedikit lebih,” kata dia.
Kekuatan komunikasi perempuan juga membantu, khususnya dalam perusahaan dan manajemen risiko strategis, yang dinilai Pemberton sebagai kunci untuk membangun hubungan yang solid dengan kepemimpinan perusahaan yang lebih luas.
Intinya perempuan memahami kebutuhan untuk membangun kepercayaan, rasa hormat dan transparansi sambil memahami kondisi sekitar. “Ada sesuatu yang bisa dikatakan untuk intuisi wanita,” kata Pemberton. “Kami memiliki kemampuan alami untuk peka terhadap isyarat verbal dan nonverbal yang membawa kita untuk menyelidiki sedikit lebih dalam dan mengajukan pertanyaan yang lebih dalam.”
Aturan Formal
Sementara itu, di seberang samudera, tahun lalu, telah diluncurkan aturan yang akan membuat jumlah perempuan di bidang yang terkait manajemen risiko bertambah banyak. Sebanyak 350 perusahaan publik terbesar di Inggris diharuskan menempatkan lebih banyak perempuan untuk dewan direksi mereka dan menyatakan akan meningkatkan keragaman jenis kelamin, seperti yang diminta oleh Asosiasi Asuransi Inggris (ABI).
Mempromosikan perempuan untuk jabatan yang lebih tinggi dari manajemen akan meningkatkan manajemen risiko perusahaan, memperkuat strategi dan membantu mereka fokus pada tujuan jangka panjang. ABI merupakan representasi dari perusahaan asuransi di Inggris dengan aset kelolaan mencapai 2,7 triliun dollar AS atau mencapai Rp33.750 triliun.
Bahkan Komisi Eropa tahun 2013 lalu meminta perusahaan-perusahaan publik untuk secara sukarela berkomitmen untuk menempatkan eksekutif perempuan hingga 30 persen dari jumlah dewan direksi mereka pada 2015. Menurut data ABI, proporsi perempuan di ruang rapat direksi dari 100 perusahaan terbesar di Inggris adalah 14,2 persen pada 2014, naik dari 13,4 persen pada 2010.
Menurut Mervyn Davies, mantan Bos Standard Chartered Plc, perusahaan-perusahaan dalam daftar FTSE 100 seharusnya meningkatkan proporsi perempuan di dewan mereka menjadi 25 persen. upaya ini akan memakan waktu lebih dari 70 tahun hingga mencapai kesetaraan gender di ruang rapat perusahaan-perusahaan Inggris pada tingkat saat perubahan, kata Mervyn.
“Dewan Direksi dengan keseimbangan gender yang lebih baik, akan lebih memperhatikan audit, dan pengawasan dan pengendalian risiko,” kata laporan ABI. “Mereka juga tampak lebih baik secara eksplisit untuk mengidentifikasi kriteria dalam mengukur dan memantau pelaksanaan strategi perusahaan dibandingkan dengan semua laki-laki.”
Kembali ke Denver, AS, menurut para peraih Risk Managers of the Year, untuk menyiapkan gelombang besar perempuan yang mumpuni dalam bidang manajemen risiko tidaklah mudah. Menurut Grace Crickette, perempuan harus lebih fokus dalam membangun reputasi Anda sebelum bekerja dalam dewan direksi.
Meski begitu, para perempuan yang sudah ada dalam dewan seharusnya tidak berpangku tangan dalam menyiapkan generasi-generasi perempuan penerusnya. “Bantu mendidik mereka. Saya sendiri membuat sebuah upaya untuk mengirimkan artikel –yang tidak ditulis oleh saya–setidaknya sebulan sekali yang menawarkan sesuatu yang berharga untuk dipelajari. Dalam melakukannya, Anda juga menunjukkan apa yang Anda tahu, mengerti, dan Anda dapat lakukan. “