Industri pasar modal nasional juga terkena getahnya. Kredibitas Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat terguncang saat itu. Peristiwa itu tentu akan membuat investor khawatir jikalau kasus serupa akan menimpa mereka. Begitupun dengan calon investor yang semula tertarik berinvestasi di pasar modal, boleh jadi bakal mengurungkan niat tersebut karena belum ada jaminan dananya akan kembali apabila terjadi penyalagunaan oleh pemilik sekuritas.
Namun, di balik noda yang dicorengkannya, kasus Sarijaya dan Antaboga telah membuka mata semua pihak. Paling tidak, kasus ini menyadarkan kita akan pentingnya pendirian lembaga yang mampu memberi perlindungan terhadap dana investor di pasar modal nasional, layaknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di perbankan.
Gayung pun bersambut. Setelah hanya jadi wacana dalam beberapa tahun terakhir, otoritas bursa mulai serius merancang pendirian LPS ‘made in’ pasar modal ini mulai tahun 2010. Keseriusan ini, misalnya, ditunjukkan Kementerian Keuangan yang menuangkan rencana pembentukan lembaga tersebut dalam Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014.
Lampu hijau dari Kemenkeu itu tentu saja tak disia-siakan Self Regulatory Organization (SRO) bursa nasional, yaitu PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Dalam kurun waktu 2010 – 2012, SRO intens melakukan riset, kajian, hingga studi banding ke manca negara untuk merealisasikan berdirinya lembaga perlindungan dana investor pasar modal Indonesia.
Pada akhirnya, kerja keras itu berbuah manis dengan berdirinya PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (PPPIEI) pada 18 Desember 2012. Sementara izin operasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikantongi perusahaan yang memiliki nama lain Indonesia Securities Investor Protection Fund (ISIPF) ini pada 11 September 2013 lalu.
Selain itu, ISIPF juga telah memiliki dewan direksi dan komisaris setelah rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) ISIPF yang berlangsung 1 Oktober 2013. Mereka adalah Yoyok Ishrasaya (Direktur Utama), Hari Purnomo (Direktur), Bacelius Ruru (Komisaris Utama), dan Hari Purwantono (Komisaris). Periode masa jabatan direksi dan komisaris ISIPF teranyar ini akan berakhir pada 2016 mendatang.
“Dengan terbitkannya izin usaha serta telah ditetapkannya dewan direksi dan dewan komisaris maka ISIPF resmi menjadi penyelenggara program perlindungan dana investor atau efek di pasar modal Indonesia,” jelas Sekretaris Perusahaan ISIPF Rizky Sochmaputra.
Mulai Beroperasi 2014
Namun, meski telah lebih dari setahun berdiri dan mengantongi izin opersional dari OJK, anak usaha SRO bursa ini baru akan mulai melindungi efek yang ditransaksikan di pasar modal pada tahun 2014. Sedangkan perlindungan untuk efek di bank kustodian direncanakan dua tahun kemudian.
“Prioritas ISIPF adalah melindungi yang paling mendesak. Sejauh ini efek di bank kustodian relatif aman tapi kita berpikir mereka harus diikutkan juga,” ungkap Direktur Pengembangan BEI Frederica Widyasari Dewi.
Lebih jauh, Frederica memaparkan, guna mendukung opersional penyelenggaraan program perlindungan investor ini, SRO pasar modal Indonesia telah menyuntikkan modal sekitar Rp33,4 miliar. Rinciannya, Rp15 miliar merupakan initial fund, Rp11,4 miliar untuk iuran keanggotaan awal, dan Rp7 miliar sebagai iuran tahunan.
Rencananya SRO masih akan menambah modal kerja ISIPF sebesar Rp15 miliar sampai Rp20 miliar hingga akhir tahun 2014. Namun, pada tahun-tahun berikutnya SRO tidak lagi memberikan suntikan modal. Sebagai gantinya, ISIPF akan menarik iuran dari para anggota bursa untuk melakukan perlindungan. “Iuran tahunan sebesar 0,001 persen dari rata-rata bulanan total nilai aset nasabah di tahun sebelumnya,” kata Frederica.
Nantinya, uang hasil dari iuran tersebutlah yang akan digunakan ISIPF untuk memberi jaminan perlindungan terhadap dana nasabah. Hanya saja, besarnya nilai pertanggungan yang diberikan ISIPF memiliki batas maksimal. Adapun terkait plafon dana yang ditanggung, Frederica mengaku, masih dibahas oleh direksi ISIPF dan OJK. Namun, rencananya, besaran dana yang akan dijamin tersebut berkisaran antara Rp50 juta hingga Rp100 juta per nasabah.
Selain itu, poin penting lainnya, jaminan penggantian terhadap aset efek investor saham juga ada syaratnya. Sebab, ISIPF cuma akan memberikan jaminan terhadap efek investor jika perusahaan efek (sekuritas) dari investor tersebut sudah tidak lagi sanggup membayar, terjadi penipuan, atau karena tutupnya perusahaan efek.
“Tapi kalau ada dispute antar perusahaan efek dengan nasabah, di mana perusahaan efeknya masih hidup, itu masuknya ke keperdataan dan diselesaikan dengan alternative dispute resolution,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida.
Ciptakan Rasa Aman
Kepercayaan investor terhadap pasar modal sebagai sarana investasi yang aman sempat terkikis pasca mencuatnya kasus Sarijaya maupun Antaboga Sekuritas. Tak heran, kehadiran ISIPF digadang-gadang akan jadi obat mujarab untuk memulihkan kepercayaan investor tersebut. “Pembentukan lembaga perlindungan investor itu diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal Indonesia,” ungkap Nurhaida pernah menjabat Kepala Bapepam LK ini.
Dengan mulai beroperasinya ISIFP tahun depan, investor pun akan semakin yakin pasar modal adalah sarana investasi yang tak hanya prospektif dari sisi keuntungan, tetapi juga aman dari risiko penipuan. Terjaganya tingkat kepercayaan ini membuat investor tidak akan ragu lagi untuk menanamkan asetnya di bursa nasional.
Namun, tentu saja yang paling diharapkan untuk menikmati hasil maksimal dari kehadiran ISIPF ini adalah investor lokal. Hal ini juga sejalan dengan keinginan otoritas bursa yang tengah giat-giatnya mendorong peningkatan peranan investor lokal di Bursa Efek Indonesia hingga bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sejatinya, harapan bahwa pasar modal nasional dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat sudah menemui titik terang. Ini tercermin dari porsi kepemilikan saham oleh investor lokal yang terus menguat. Berdasarkan data KSEI hingga Agustus 2013, porsi kepemilikan saham oleh investor asing di BEI sudah jauh berkurang tinggal 51 persen dari sebelumnya 67 persen pada tahun 2009. “Idealnya memang 50:50, tapi itu tetap merupakan gambaran bagus buat kita,” kata Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko BEI Adikin Basirun.
Berbeda dengan proporsi jumlah kepemilikan saham yang menunjukkan tren positif, perkembangan jumlah investor lokal relatif kurang menggembirakan. Menurut data OJK, meski mengalami pertumbuhan dalam beberapa tahun, jumlah rekening efek pemodal domestik masih berkisar 300 rekening. Sementara dari sisi jumlah investor, angkanya dikisaran 400 ribu orang.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, angka itu hanya mencapai 1 persen. Sementara di negara-negara kawasan Asia Tenggara angkanya bisa mencapai 10 hingga 30 persen. Namun dengan populasi penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta penduduk, sebenarnya peluang menggenjot pertambahan investor lokal masih terbuka lebar.
Di sinilah ISIPF bisa memainkan peran penting. Fungsinya sebagai lembaga penjamin dana menciptakan perasaan aman bagi investor domestik bahwa aset investasinya akan terlindungi oleh institusi yang terpercaya.
Hanya saja, masyarakat juga perlu menyadari, meski ISIPF memberi kepastian pada keamanan efek investor di sekuritas, bukan berarti secara otomatis kasus fraud akan sirna dari pasar modal. Bahkan, jika gagal dikelola dengan cermat (prudent), keberadaan lembaga penjamin dana ini justru berptensi memunculkan risiko morald hazard, seperti yang sempat menimpa industri perbankan di Tanah Air.
Berkaca dari pengalaman tersebut, sudah seyogyanya ketika kelak ISIPF mulai beroperasi, independensi dan profesionlisme lembaga ini perlu dijaga. Hanya dengan cara tersebut eksistensi lembaga penjamin dana investor ini bisa optimal, yaitu mendorong terciptanya industri pasar modal nasional sehat, sekaligus sebagai sarana investasi yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.