Kebebasan finansial. Dua kata yang dipopulerkan penulis terkenal Robert T Kiyosaki melalui buku best seller-nya “Rich Dad Poor Dad” telah menggugah banyak orang sejak diluncurkan. Melalui bukunya, Kiyosaki berhasil membuat istilah financial freedom menjadi begitu berdaya magis yang kemudian menjadi pandemi yang menyebar ke seluruh dunia.
Di dalam bukunya, mantan pilot itu menuliskan dengan sangat logis bahwa menjadi kaya adalah hak setiap orang, dan setiap orang bisa mencapainya. Dan pintu yang ditawarkan Kiyosaki untuk meraihnya adalah dengan menjadi wirausaha (entrepreneur). Buku itu terbit tahun 1997 namun hingga 15 tahun kemudian pengaruhnya masih terasa dan masih menjadi buku yang paling menginsipirasi.
Robert adalah generasi keempat keturunan Amerika Jepang, yang lahir di besarkan di Hawaii, AS. Selepas SMU, Robert melanjutkan pendidikannya di New York dan setelah lulus, dia bergabung dengan angkatan laut AS dan pergi ke Vietnam sebagai perwira dan pilot helikopter yang bersenjata. Sekembalinya dari perang, karier bisnis Robert dimulai. Tahun 1977 dia mendirikan sebuah perusahaan yang memproduksi dompet surfer dari velcro dan nilon yang pertama ada di pasaran, dan berkembang menjadi bisnis yang menghasilkan jutaan dollar.
Pada umur 47 tahun Robert melakukan sesuatu yang paling ia sukai, berinvestasi. Bisnis Robert adalah real estate dan mengembangkan perusahaan-perusahaan kecil. Namun gairah sejatinya adalah mengajar. Dia diakui sebagai pembicara hebat tentang pendidikan finansial dan tren ekonomi. Karyanya telah mengubah dan memberi inspirasi kepada jutaan orang di seluruh dunia.
“Banyak orang bergumul dengan kesulitan finansial, yang sebenarnya disebabkan mereka bertahun-tahun sekolah tapi tidak belajar apapun tentang uang. Hasilnya, orang bekerja untuk mendapatkan uang, dan tak pernah belajar bagaimana memiliki uang yang bekerja untuk mereka,” demikian salah satu petikan yang terkenal dalam buku itu.
Maka tak heran, karena dorongan untuk mencapai kebebasan finansial banyak pegawai yang memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan menjadi wirausahawan. Begitu pula yang terjadi pada banyak pegawai bank. Bankir-bankir yang bahkan sudah mencapai level yang tak bisa dibilang rendah berani memutuskan menjadi entepreneur.
Mereka rela meninggalkan gaji dan fasilitas mentereng serta status yang cukup tinggi demi mengejar kebebasan finansial. Malahan dalam bukunya yang terbit selanjutnya, Cash Flow Quadrant, Kiyosaki membeberkan strategi yang lebih jelas untuk mencapai kebebasan keuangan. Dalam buku Rich Dad maupun Cashflow Quadrant dia menjanjikan kepada pembaca bahwa untuk menjadi kaya, seorang harus pindah dari kuadran kiri (yaitu sebagai employment dan self empoyee) ke sebelah kanan (sebagai business owner dan investor).
Pebisnis Sukses
Biar begitu, bankir-bankir yang memilih jalan menjadi business owner –dalam hal ini disebut entrepreneur, tidak semuanya secara sadar dan sengaja melakukan perubahan dalam kariernya. Banyak di antara mereka yang terpaksa harus merintis menjadi wirausahawan karena terdesak keadaan, karena dipecat atau di-PHK misalnya. Seperti yang terjadi pada akhir tahun 90-an, ketika banyak bankir yang mengalami nasib seperti itu. Karena perusahaannya terkapar tidak kuat menahan badai krisis, maka dia dan segerombolan pegawai lainnya harus dikeluarkan. Melamar ke perusahaan lain mungkin tidak menjadi pilihan utama karena usia sudah tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu banyak di antara mereka yang memilih memulai bisnis.
Hal itulah yang menimpa Aswan Nasser, mantan Asisten Wakil Direktur Bank Exim. Meski pada awalnya disebabkan nasib dan terdesak kebutuhan sekedar bertahan hidup, pilihan keterpaksaan itu justru malah menjadi alat pembangkit kesuksesan yang jauh lebih besar. Mantan bankir itu kini sukses menjalani bisnis perlengkapan bayi, yang mengusung merek La Vindhy Children & Baby Wear.
Aswan terpaksa terjun ke bisnis karena menjadi salah satu korban PHK dari bank tempatnya bekerja meski sudah mengabdi puluhan tahun. Dengan modal sebesar Rp75 juta, sisa dari uang pesangon waktu itu, kini bisnis yang sudah dirintisnya sejak 2004, Aswan berhasil meraup omzet Rp 100 juta setiap bulannya. Bahkan produknya sudah meramaikan pasar ekspor Afrika Selatan dan Hongkong.
Produknya juga secara rutin memasok ke sejumlah toko perlengkapan bayi dan supermarket yang tersebar di Jakarta dan Bandung. Bahkan produknya sudah berhasil menembus pasar propinsi lain di Jawa dan luar Jawa. Dengan usahanya itu, ia telah mempunyai karyawan sebanyak 32 orang. Aswan malahan juga sudah mulai mengembangkan sayap bisnisnya dengan membuka sistem waralaba (franchise).
Nasib hampir serupa juga menimpa Alfons Tanujaya. Sebelumnya dia sempat malang-melintang di dunia perbankan setelah lulus sebagai sarjana ekonomi. Dia pernah bekerja di empat bank dan sempat merasakan berbagai posisi yang tidak bisa dibilang ecek-ecek. Mulai dari account officer, manajer pemasaran, hingga menjadi pimpinan kantor cabang pembantu.
Namun krisis moneter yang terjadi pada 1997 membuat suami dari Margareta Budiman itu harus banting setir masuk ke dunia informasi teknologi (IT). Pada tahun itu, bank tempatnya bekerja terkena dampak krisis dan harus direstrukturisasi. Karyawan kemudian diberikan pilihan program golden shake hand alias pensiun dini dengan sejumlah uang sebagai ‘tali kasih’. Karena nilai pesangonnya cukup menarik. Tanpa pikir panjang. Laki-laki kelahiran 44 tahun yang lalu itu mengambil tawaran pensiun dini. Sejak itu, dia mulai masuk dunia yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Sebagian uang pesangon digunakannya untuk menyewa kios dan beberapa peralatan. Usaha pertamanya adalah jual-beli komputer. Dua tahun usaha tersebut dijalani dengan pertumbuhan yang lamban.
Pada tahun 2000, Alfons kembali membuat keputusan besar dengan mendirikan Vaksincom, perusahaan dengan spesialis antivirus, khusus mengatasi komputer-komputer yang rusak karena terserang virus. Hingga sekarang, penggemar kuliner ini juga masih aktif menjadi narasumber dan menulis artikel pada beberapa media IT terkemuka di Indonesia. “Saya tertarik dengan bisnis antivirus karena memang tantangannya menarik dan bisnis ini sangat dinamis,” ujar Alfons, sambil menambahkan, “kalau industri komputer bisa disebut sebagai industri dinamis, maka industri antivirus merupakan industri yang paling dinamis.”
Pembicara Andal
Selanjutnya satu nama yang tak boleh dilewatkan sebagai bankir yang memutuskan untuk mengucapkan selamat tinggal pada dunia perbankan adalah Tung Desem Waringin. Nama itu sekarang melejit dan dikenal sebagai pembicara andal dan motivator terkenal.
Menjadi motivator bisa dikatakan bukanlah pilihan yang mudah bagi Tung Desem. karena profesi itu bukanlah pilihan hidup yang pernah diidam-idamkan. Namun kini, berkat karier itu namanya sudah terkenal dibandingkan waktu dia masih menjadi salah satu pimpinan BCA di Malang Jawa Timur.
Tapi nasib kemudian menuntunnya untuk menjalani hidup sebagai entrpreneur khusus sebagai pembicara publik. Hal itu mulai terjadi sejak Tung Desem sering mendengarkan ceramah-ceramah yang disampaikan Anthony Robbins. Nama terakhir dikenal sebagai motivator nomor wahid di dunia. Selain karena terinspirasi dari sang motivator asal Paman Sam, situasi Tung ketika itu memang sedang dalam kondisi gamang. Ayahnya saat itu tengah dirawat di rumah sakit di Singapura dan membutuhkan biaya perawatan yang cukup besar. “Ternyata gaji saya sebulan sebagai pemimpin cabang utama tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit ayah saya di Singapura selama sehari!” tulisnya di bukunya yang berjudul Financial Revolution.
Jerih payahnya selama puluhan tahun menjadi bankir dengan segudang prestasi yang telah diukirnya, dirasakannya belum bisa diandalkan mengatasi persoalan-persoalan hidupnya disaat genting. Dipicu karena ingin mencapai kebebasan finansial seperti yang digembar-gemborkan Kiyosaki, akhirnya Tung Desem memutuskan untuk melepas jabatan bergengsinya kemudian beralih menjadi motivator dan wirausaha.
Waktu memulai berbisnis, Tung sempat bimbang juga. Istrinya Suryani Untoro, baru melahirkan anak kedua. Rumah belum punya, kendaraan juga belum ada. “Ayah juga sedang sakit,” ucap Tung. Belum lagi godaan menggiurkan datang. Ada perusahaan bonafid yang memintanya dan bersedia menggajinya berlipat-lipat dari gaji sebelumnya. Namun ketika kembali mengingat masa-masa perih, semangatnya kembali membara. Tekadnya semakin kukuh, pendiriannya menguat lagi. “Modal saya nekad dan berani,” cetus Tung.
Dengan bendera TDW Resources yang didirikan pada 2003, eksistensi Tung makin berkibar. Seminar yang diselenggarakannya telah menyedot puluhan ribu peserta. Padahal tiketnya dibanderol cukup mahal. Untuk kelas festival saja harga tiketnya bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Beberapa buku yang ditulisnya pun laris-manis. Selain seminar dan menerbitkan buku. Tung juga menggarap bisnis lain, seperti properti, toko buku (Togamas), tambang, dan pabrik tabung gas.
Nama lain yang juga sukses menjadi pembicara dan motivator ulung setelah keluar dari bank adalah Mario Teguh. Lahir di Makassar, 56 tahun yang lalu, Mario kini dikenal sebagai motivator sekaligus konsultan sukses dan memiliki jutaan penggemar. Pria bernama asli adalah Sis Maryono Teguh yang memiliki gelar Sarjana Pendidikan dari IKIP Malang, sempat bekerja di Citibank pada 1983 – 1986 kemudian BSB Bank sepanjang dan Aspac Bank dalam kurun waktu 1990-1994.
Kini kehidupan Mario selalu dipenuhi dengan jadwal sebagai pembicara yang super sibuk di berbagai tempat. Bahkan salah satu stasiun televisi telah selama dua tahun ini membuatkan acara khusus untuknya dan kini menjadi salah satu motivator termahal di Indonesia. Pada tahun 2010, motivator yang kata-kata bijaknya ini hampir selalu dikutip ini mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia, MURI, sebagai motivator dengan halaman penggemar Facebook terbesar di Indonesia.
Dan untuk ukuran pendapatan dan keuangan, para mantan bankir itu tentu sudah merasakan apa yang ditulis Kiyosaki sebagai kebebasan finansial.